Padang (02/05) - Hemofilia merupakan gangguan pembekuan darah genetik terbanyak di dunia saat ini yang disebabkan kurangnya faktor pembekuan di dalam tubuh. Meski tergolong kasus yang langka, hemofilia termasuk dalam jenis penyakit katastropik. Penderitanya rentan mengalami perdarahan berulang yang dapat mengakibatkan kecacatan bahkan kematian, jika tidak tertangani dengan baik.
“RSUP Dr. M. Djamil sebagai rumah sakit vertikal Kementerian Kesehatan RI, siap mengambil peran dalam mendukung proses desentralisasi layanan hemofilia. Hal ini tentunya akan membutuhkan sinergi lintas sektor, tidak hanya dari kalangan tenaga medis. Tetapi juga dari pemerintah daerah, komunitas pasien, serta para pendamping keluarga,” kata Direktur Utama RSUP Dr. M. Djamil Dr. dr. Dovy Djanas, Sp.OG, KFM, MARS, FISQua secara virtual saat audiensi pelayanan hemofilia di Sumatera Barat.
Audiensi ini dilangsungkan di Auditorium Lantai IV Gedung Administrasi dan Instalasi Rawat Jalan. Turut dihadiri Wakil Perhimpunan Hematologi dan Tranfusi Darah Indonesia (PHTDI)/Ketua Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia Dr. dr. Novie Amelia Chozie, SpA(K), Ketua PHTDI Sumatera Barat Dr. dr. Irza Wahid, SpPD-KHOM,Pengurus Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI) Cabang Sumatera Barat Mahdi Yaniswal.
Tim tenaga medis dan non-medis dari Jakarta dan tim yakni dr. Fitri Primacakti, SpA(K), Prof. Dr. dr. Angela Bibiana Maria Tulaar, SpKFR(K) dan dr. Rizky Kusuma Wardhani, SpKFR(K), Prof. dr. Rahajuningsih Dharma, SpPK(K) dan Kepala BPJS Kesehatan Cabang Padang, dr. Fauzi Lukman Nurdiansyah, MM.
Ia mengatakan kegiatan ini yang mengusung tema “Decentralize Basic Haemophilia Care and Diagnosis to 4 Regions in Indonesia.” Tema ini sangat relevan dengan visi pelayanan kesehatan nasional, yaitu memastikan bahwa setiap warga negara, termasuk penderita hemofilia, memiliki akses terhadap layanan kesehatan yang memadai tanpa harus bergantung pada pusat-pusat layanan di kota besar.
“Melalui audiensi ini, kami berharap dapat mendengar secara langsung berbagai masukan, gagasan, maupun tantangan dari lapangan. Ini adalah langkah penting untuk menyusun strategi implementasi yang realistis dan tepat sasaran dalam memperluas diagnosis dan layanan dasar hemofilia di wilayah barat Indonesia, khususnya Sumatera,” harapnya.
Ia yakin dengan komitmen bersama dan semangat kolaboratif, kita bisa memperkuat sistem layanan hemofilia nasional. “Bahkan memberikan dampak nyata bagi kualitas hidup para pasien,” tukas Dovy. (*)