Padang (06/05) - RSUP Dr. M. Djamil bersama BPJS Ketenagakerjaan Cabang Padang melakukan penandatanganan addendum perjanjian kerja sama tentang pemberian pelayanan kesehatan bagi peserta yang mengalami dugaan kecelakaan kerja dan dugaan penyakit akibat kerja. Penandatanganan addendum perjanjian kerja sama itu dilangsungkan di The ZHM Premiere Hotel Padang dan dihadiri Direktur Layanan Operasional RSUP Dr. M. Djamil drg. Ade Palupi Muchtar, MARS dan Kabid Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Padang Rizna Irwani.
"Kami sangat antusias dengan addndum kerja sama ini. Dengan adanya kolaborasi antara RSUP Dr. M. Djamil dan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Padang, kami berharap dapat memberikan layanan kesehatan yang lebih baik dan komprehensif kepada peserta BPJS Ketenagakerjaan. Ini sejalan dengan komitmen kami untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat," kata Direktur Layanan Operasional RSUP Dr. M. Djamil drg. Ade Palupi Muchtar, MARS didampingi Manajer Tim Kerja Hukum dan Humas Nova Afriani.
Dengan adanya addendum kerja sama ini, sebutnya, RSUP Dr. M. Djamil berkomitmen untuk terus mengembangkan fasilitas dan meningkatkan kualitas layanan kesehatan. "Dan diharapkan dapat memberikan dampak positif yang signifikan bagi masyarakat, khususnya dalam hal aksesibilitas dan kualitas pelayanan kesehatan," harapnya.
Kabid Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Padang Rizna Irwani mengatakan addendum perjanjian kerja sama ini untuk melakukan perubahan atau penambahan ketentuan pada perjanjian sebelumnya. Hal ini seiring dengan terbitnya Permenaker Nomor 1 Tahun 2025 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), dan Jaminan Hari Tua (JHT). Dalam Permenaker ini, ada beberapa aturan yang sebelumnya tidak ada sekarang menjadi ada, khususnya pada program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK).
"Salah satu perubahan signifikan adalah perluasan cakupan JKK. Kini, kekerasan fisik atau pemerkosaan yang terjadi di tempat kerja juga termasuk dalam perlindungan JKK. Tetapi harus tetap dibuktikan melalui surat keterangan dari kepolisian, karena pemerkosaan ini ranahnya masuk ke pidana tidak serta merta hanya melibatkan pengawas,” jelasnya.
Selain itu, terdapat ketentuan baru tentang batas waktu pelaporan JKK, yaitu maksimal 2×24 jam. “Pada Permenaker sebelumnya tidak ada dibunyikan aturan 2×24 jam ini. Sekarang sudah diwajibkan maksimal 2×24 jam pemberi kerja harus melaporkan ke BPJS Ketenagkerjaan dan Disnaker jika terjadi kecelakaan kerja,” tambahnya.
Perubahan lainnya mencakup ketentuan tentang dugaan pemberitahuan pelaporan kesimpulan penjaminan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. “Pada Permenaker ini juga ada kesimpulan dugaan penyakit akibat kerja dibuat oleh dokter yang merawat atau memeriksa pada fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan, kesimpulan dibuat paling lama 30 hari setelah pelaporan tahap I diterima, jadi penyakit akibat kerja dibuat kesimpulan oleh dokter penasihat provinsi,” paparnya. (*)