Padang (17/5) - Sel punca merupakan sel yang mempunyai replikasi , yaitu kemampuan untuk membelah diri dan menghasilkan sel anak yang identik dengan dirinya sendiri. Selain itu, sel punca juga memiliki kemampuan untuk berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel uang lebih spesifik dalam tubuh.
"Kemampuan replikasi dan diferensiasi sel punca membuatnya menjadi sel yang sangat beepotensi dalam berbagai bidang. Bahkan memiliki peran penting dalam menjaga kesehatan dan memperbaiki kerusakan tubuh," kata dr. Hirowati Ali, MD. PhD saat Webinar bertajuk Inovasi dan Masa Depan Penggunaan Terapi Regeneratif di Dunia Kedokteran, Sabtu (17/5).
Dalam webinar yang diadakan Diklat dan Instalasi Bank Jaringan dan Sel RSUP Dr. M. Djamil itu, ia membahas tentang Basic Stem Cell: Mengenal Sel Punca dan Regulasi Penggunaannya di Indonesia. Turut juga menghadirkan narasumber dr. Dinda Aprilia, Sp.PD-KMED, FINASIM membahas tentang Aplikasi Stem Cell dalam Pengobatan Diabetes Melitus Tipe II: Potensi dan Bukti Ilmiahnya.
Kemudian Dr. dr. Rizki Rahmadian, Sp.OT, Subsp P.L (K), M.Kes membahas tentang Terapi Stem Cell untuk Osteoartritis. dr. Dedi Sutia, Sp.N (K), FINA, MARS membahas tentang Peran Terapi Stem Cell dalam Pemulihan Terapi Stroke Iskemik: Prospek dan Tantangan.
Narasumber berikutnya dr. Benni Raymond, Sp.BRE, Subsp. KM (K) membahas tentang Peran Regenerative Medicine dalam Penanganan Luka Kronis. Webinar ini dimoderatori oleh Kepala Instalasi Non-JKN dr. Alexander Kam, Sp.PD, M.Sc, FINASIM.
Ia mengatakan sel punca memiliki karakteristik utama. Yaitu kemampuam untuk memperbarui diri (self-renewal), clonality merujuk pada kondisi di mana sekelompok sel punca memiliki genetik yang sama, berasal dari satu sel punca induk. Kemudian potensi sel punca merujuk pada kemampuan sel tersebut untuk berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel yang lebih spesifik. "Sel punca diklasifikasikan berdasar potensinya menjadi totipoten, pluripoten, multipoten dan unipoten," ungkapnya.
Ia mengatakan dari potensi sel punca itu, yang sering digunakan adalah mesenchymal stem cell (MSC). "MSC ini bisa kita isolasi dari adipose, wharton jelly dan sinovial. Di RSUP Dr. M. Djamil sudah mengisolasi dari adipose, wharton jelly dan sinovial," ungkapnya.
Narasumber lainnya dr. Dinda Aprilia, Sp.PD-KMED, FINASIM yang membahas tentang Aplikasi Stem Cell dalam Pengobatan Diabetes Melitus Tipe II: Potensi dan Bukti Ilmiahnya menekankan prinsip terapi stem cell yang digunakan saat ini pada diabetes melitus tipe II adalah menggantikan atau memperbaiki sel-sel yang rusak atau hilang dalam pankreas terutama sel beta yang bertanggung jawab untuk memproduksi hormon insulin.
"Prinsip lainnya dia memperbaiki lingkungan di sekitar sel pankreas untuk memfasilitasi proliferasi dan diferensiasi stem cell endogen pankreas menjadi sel-sel pankreas yang fungsional," ucapnya.
Jenis stem cell yang sering digunakan pada diabetes melitus II, sebutnya, adalah mesenchymal stem cell (MSC) dan stem cell pluripotent terinduksi (iPSCs). "MSC ini sering diberikan pada pasien DM tipe II melalui infus intravena atau intra-arteri (ginjal dan pankreas) dengan dosis berkisar antara 1 x 105 hingga 15 x 107 sel. Sebelum pemberian pada pasien, sel dibudidayakan in vitro di bawah pengawasan ketat laboratorium," sebutnya.
Efek samping potensial yang berhubungan dengan infus MSC, tuturnya, meliputi efek samping pernapasan atau alergi. "Gejala ringan lainnya seperti demam, mual, muntah, sakit kepala, nyeri perut, dan infeksi saluran pernapasan atas serta hipoglikemia ringan pernah dilaporkan," ungkap dr. Dinda.
Ia mengungkapkan ada tantangan dan kontroversi terapi stem cell pada DM Tipe II. Yakni studi klinis acak tersamar ganda dengan jumlah subjek lebih besar dan desain lebih baik serta observasi yang lebih lama tetap diperlukan untuk menentukan jenis sel, metode pemberian, dosis sel punca yang diberikan, serta interval pemberian yang lebih baik untuk memperoleh hasil yang optimal.
Kemudian, ungkapnya, saat ini belum ada organisasi internasional diabetes yang memasukkan terapi sel punca dalam rekomendasi tatalaksana diabetes. Karena masih dalam tahap penelitian lebih lanjut. "Dan sebagai seorang klinisi yang melandaskan tatalaksana pasien selalu berbasis bukti ilmiah yang adekuat. Tentu kita harus bijak dan memberikan informasi yang sebenarnya kepada pasien terkait manfaatnya pada diabetes," ungkap dr. Dinda.
Dr. dr. Rizki Rahmadian, Sp.OT, Subsp P.L (K), M.Kes yang membahas tentang Terapi Stem Cell untuk Osteoartritis mengatakan dalam proses mengkultur sel punca akan mendapatkan turunannya sel punca. Seperti secretome dan aksosom yang kaya akan faktor pertumbuhan dan bisa meningkatkan kemampuan regenerasi dari pada sel punca tersebut. "Ini akan menjadi harapan baru bagi kita bahwa terapj regeneratif ini bisa menjadi opsi kita ke depan dalam mencegah peningkatan derajat osteoartritis. Dan diharapkan bisa memperbaiki kondisi osteoartritis meskipun sudah lanjut serta meningkatkan kualitas hidup pasien," harapnya.
Ia menyebutkan keuntungan terapi regenaratif adalah salah satunya bisa autologus. Diketahui terapi sel punca ini bisa autologus, bisa alogeneik atau pun mungkin ke depan xenogenik. Tetapi pada saat ini terapi sel punca yang bisa digunakan adalah autogenik yakni dari tubuh sendiri atau pun alogenik yakni dari pada donor.
"Namun sangat besar keuntungannya apabila kita lakukan secara autogenik. Karena itu berasal dari tubuh kita sendiri walaupun secara teknik dan cost akan lebih besar. Pasalnya membutuhkan tindakan pengambilan spesimen untuk donor sel punca dari tubuh kita sendiri baik itu dari bone marrow atau pun dari adipose. Lalu dibutuhkan pemrosesan di laboratorium stem cell untuk bisa diaplikasikan ke tubuh kita," sebut dr. Rizki.
Ia mengatakan risiko lebih sederhana dan rendah apabila kita lakukan secara autogenik. Walaupun secara cost dan teknik akan lebih sulit. "Kita harapkan dengan penggunaan terapi regeneratif ini berpotensi dalam merepair kerusakan akibat osteoartritis dari sendi lutut. Dan juga merupakan suatu diseases modifying treatment dari pada osteoartritis yamg dapat memperbaiki enviroment dari pada sendi lutut kita yang mengalami kerusakan," paparnya.
Sementara itu, dr. Dedi Sutia, Sp.N (K), FINA, MARS membahas tentang Peran Terapi Stem Cell dalam Pemulihan Terapi Stroke Iskemik: Prospek dan Tantangan menjelaskan pada bidang neurologi, terapi sel punca sudah dimulai sejak 1998 dan berlanjut hingga saat ini. "Sel punca ini banyak menghasilkan material yakni faktor pertumbuhan, chemokins, cytokines, microvesicle, protein dan nucleic acid. Semua material yang dihasilkan oleh oleh sel pumca ini disebut sekretom. Di dalam sekretom tersebut terdapat vesicle atau bulatan-bulatan kecil, yang paling kecil dinamakan eksosom," ungkapnya.
Fungsi stem cell pada bidang neurologi, paparnya, ada angiogenesis, self-renewal, anti-apoptotic, paracrine effects, anti-inflamasi, dan cytokine release. "Terutama sitokin anti-inflamasi," sebutnya.
Ia menyebutkan dilematika pemberian sel punca pada stroke adalah bagaimana cara memasukkan atau meletakkan sel punca itu supaya sampai lekat di jaringan otak yang mengalami kerusakan. Diketahui, jaringan otak dilingkupi oleh blood brain barrier dan meningen sangat tebal sehingga sulit untuk ditembus oleh jariangan kimiawi biasa.
"Namun menariknya stem cell memiliki paracrine effect. Paracrine effect adalah sel pumca menghasilkan sebanyak material yang dapat sampai ke area yang mengalami stroke. Dan mempengaruhi sel-sel di sekitar area yang mengalami stroke untuk memaksimalkan fungsinya dalam perbaikan stroke tersebut," ungkapnya.
Tantangan pada clinical translation pada stroke melalui sel punca, sekretom dan eksosom. "Dilematikanya adalah pemilihan sel, dosis, rute dan pasien," ucapnya.
Ia menyimpulkan saat ini terapi stem cell merupakan terapi post-hyperacute treatment yang sangat potensial untuk stroke iskemik. Namun tantangan ke depan terkait dengan rute pemberian, timingnya kapan, dosis yang diberikan berapa, jenis sel yang diberikan dan bagaimana patient selection kita.
"Status stem cell pada bidang neurologi saat ini adalah layanan berbasis penelitian. Belum menjadi standar terapi. Oleh karena itu dalam pemberian terapi stem cell pada stroke, clinical wisdom dan expert opinion merupakan sebuah kebutuhan dan pertimbangan khusus untuk mengapllykan stem cell pada pasien stroke. Jadi tidak semua pasien stroke kota lakukan stem cell," ungkapnya.
Sehubungan dengan Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) bidang Neurologi khususnya stroke, sebutnya, masih dalam proses. "National regulation dibutuhkan untuk menyupport perkembangan terapi sel punca di Indonesia ke depannya," harap dr. Dedi.
dr. Benni Raymond, Sp.BRE, Subsp. KM (K) membahas tentang Peran Regenerative Medicine dalam Penanganan Luka Kronis mengatakan produk pelayanan yang kini dihasilkan di Instalasi Bank Jaringan dan Sel berupa produk biomaterial. Yaitu pertama bone allograft adalah operasi untuk memperbaiki dan membentuk ulang tulang yang rusak atau mengalami penyakit tertentu. Manfaatnya memberikan suatu cacat yang disebabkan oleh penyakit, kecelakaan atau anomali, memperbaiki kerusakan tulang periodental pada kelainan rahang serta untuk operasi rekonstruksi sendi.
“Kedua amnion membrane adalah membran janin paling dalam dan berdampingan cairan amnio. Manfaatnya dapat menutup luka bakar dengan derajat 1 dan 2, dapat mengurangi rasa infeksi, mencegah infeksi dan evaporasi, dan dapat merangsang pertumbuhan jaringan epitelisasi dan granulasi,” paparnya.
Ketiga, platet rich plasma yakni plasma darah yang telah diperkaya dengan trombosit. Manfaatnya yakni merangsang pertumbuhan sel dan mempercepat proses penyembuhan. “Ke empat cangkok lemak (fat graft). Manfaatnya menambah massa dan membuat kontur,” ucap dr Benni.
Saat pembukaan webinar, Direktur Utama RSUP Dr. M. Djamil, Dr. dr. Dovy Djanas, Sp.OG, KFM, MARS, FISQua dalam sambutannya menyampaikan webinar ini merupakan salah satu upaya rumah sakit untuk terus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran, khususnya terapi stem cell yang memiliki potensi besar dalam mengatasi berbagai penyakit degeneratif dan cedera.
"Kami berharap melalui webinar ini, para peserta dapat memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang terapi stem cell, sehingga dapat mengaplikasikannya dalam memberikan pelayanan yang lebih baik kepada pasien," ujarnya.
Beliau menekankan pentingnya pemahaman yang benar tentang terapi stem cell di kalangan masyarakat agar tidak terjadi kesalahpahaman atau harapan yang tidak realistis. "Edukasi kepada masyarakat juga menjadi fokus kami, agar mereka dapat memahami potensi dan batasan terapi stem cell secara komprehensif," tukasnya. (*)