Selasa, 24 September 2024 17:32 WIB

Potensi Bencana Nuklir di Indonesia dan Penanganannya di Rumah Sakit

Responsive image
loa/roy - Direktorat Pelayanan Klinis
238

Bandung (18/9) – Pemanfaatan teknologi nuklir di Indonesia cukup beragam, mulai dari bidang penelitian dan pengembangan hingga bidang kesehatan. Dalam bidang penelitian dan pengembangan, Indonesia memiliki tiga reaktor riset. Sementara dalam bidang kesehatan, pemanfaatan nuklir digunakan untuk diagnostik dan terapi. Namun, dari segudang manfaat dari teknologi ini, ada juga potensi bahaya yang timbul sebagai akibat dari adanya lepasan zat radioaktif dari instalasi nuklir, atau fasilitas yang memanfaatkan zat radioaktif, juga kejadian khusus seperti adanya bencana alam.

“Potensi dan penanggulangan bencana nuklir di Indonesia belum banyak dibahas. Pedoman yang ada saat ini adalah tentang bencana alam. Sedangkan kelompok NBC Disaster merupakan ancaman yang harus mulai disiapkan terutama untuk RS di Indonesia. Maka, penting RS memiliki perencanaan menghadapi bencana nuklir eksternal” kata Tri Wahyu Murni – Ahli Gawat Darurat Bencana dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran dalam acara pertemuan dalam rangka simulasi kegawatdaruratan medik bencana nuklir di Bandung.

Menurut Tri, rumah sakit perlu membuat perencanaan dan selalu dievaluasi, melakukan koordinasi dengan instansi diluar RS dan antar unit kerja di dalam RS, melakukan pelatihan periodik dan berkelanjutan bagi personil di RS, menyiagakan sistem komunikasi, sistem evakuasi penggerakan ambulans, penyediaan obat dan alat untuk korban masal, juga menentukan penanggung jawab dan jadwal penugasan & diketahui oleh seluruh pegawai di RS saat terjadinya bencana.

Tidak hanya dari eksternal, potensi kecelakaan radiasi nuklir juga dapat terjadi di rumah sakit. A. Hussein S. Karta yang juga Dokter Spesialis Kedokteran Nuklir FK Universitas Padjadjaran – RSHS menjelaskan bahwa di RS dapat terjadi kejadian tidak diinginkan seperti adanya paparan medis tidak disengaja pada pasien, staf atau masyarakat.

“Paparan tidak disengaja dalam konteks prosedur medis adalah paparan tingkat radiasi berbeda dari yang direncanakan untuk prosedur yang dilakukan, seperti adanya kesalahan pengoperasian, kegagalan peralatan atau kecelakaan lainnya,” jelasnya. Banyak kejadian yang belum diketahui secara pasti. Namun, paling sering kesalahan berupa pemberian radiofarmaka kepada pasien yang salah, pemberian radiofarmaka atau aktivitas yang salah, pemeriksaan atau terapi pada wanita hamil atau menyusui, cara pemberian yang salah (penyuntikan ekstravaskuler).

“Radiasi bisa bermanfaat, bisa berbahaya. Maka, standar keselamatan radiasi harus diikuti. Kemudian, As Low As Reasonably Achievable pencegahan radiasi, penanggulangan kecelakaan radiasi juga harus melibatkan multi disiplin,” tutupnya.

 

Gempa Bumi dan Kebocoran Nuklir di BRIN Taman Sari, RSHS jadi Rujukan

Terjadi gempa sebesar 6,5 SR di kota Bandung. Reaktor TRIGA 2000 dalam kondisi beroperasi. Kejadian gempa menyebabkan retakan yang cukup signifikan dari beamport, menyebabkan penurunan air tangki reaktor sehinggi terjadi LOCA (Loss of Coolant Accident) dan menyebabkan lepasan radioaktivitas udara yang melebihi Batas Kondisi Operasi (BKO) dalam Kawasan Nuklir Bandung. Kejadian di fasilitas Reaktor TRIGA 2000 diikuti dengan kejadian kebakaran pada ruangan penyimpanani bahan kima yang disebabkan oleh pelaku pencurian sumber radioaktif di Laboratorium BRIN, Jl. Tamansari Bandung.  4 orang karyawan menjadi korban dengan kondisi luka sedang dan berat membutuhkan penanganan medis lebih lanjut dan dikirim ke IGD RSHS Bandung.

Demikian skenario simulasi eksternal kegawatdarutan nuklir yang digelar di Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) dan RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung, Kamis (19/9). Kementerian kesehatan melalui  KepMenKes Nomor HK.01.07/MENKES/420/2018 telah menetapkan Rumah Sakit Rujukan Bencana Nuklir Nasional, yaitu RSUP Fatmawati Jakarta, RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung, dan RSUP dr. Sardjito Yogyakarta.

“Simulasi ini dilakukan untuk mempersiapkan RS Rujukan Bencana Nuklir Nasional. Kemenkes berkomitmen melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kesiapan RS Rujukan Bencana Nuklir Nasional,” kata Yuli Astuti Saripawan - Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan.

Sementara itu Iwan Abdul Rachman (Direktur Medik RSHS) menyatakan lokasi strategis RSHS yang berdekatan dengan BRIN di Taman Sari, Bandung, menjadikan kesiapan menghadapi bencana nuklir sangat penting.

“Kami sangat berterima kasih telah diberi kesempatan menjadi tuan rumah simulasi ini, karena kesiapsiagaan menghadapi potensi bencana nuklir sangat penting mengingat posisi geografis dan fasilitas nuklir yang kami miliki,” kata Iwan.

Kegiatan ini melibatkan lebih dari 100 peserta, terdiri dari RS Rujukan Bencana Nuklir Nasional (RSUP Fatmawati, RSUP Hasan Sadikin, RSUP dr. Sardjito), BAPETEN, BRIN, PSC 119, Dinas Kesehatan dan Perhimpunan Organisasi Profesi. Melalui kegiatan simulasi ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dari first responder dan pelayanan pre-hospital sampai dengan penanganan intra hospital, menilai manajemen resiko dan respon fasilitas pelayanan kesehatan dalam mengelola keamanan dan keefektifan penanganan  insiden yang terkait dengan radiasi (nuklir dan radiologi). Selain itu dengan adanya koordinasi lintas sektor diharapkan dapat mengoptimalkan manajemen kontrol dan komunikasi pada semua level dan seluruh aspek yang dibutuhkan dalam menghadapi kedaruratan bencana nuklir nasional terutama dalam hal kapasitas SDM di RS, khususnya tim gawat darurat nuklir***