Jumat (29/8) - Sebuah langkah maju dalam dunia kesehatan Indonesia ditandai dengan penandatanganan perjanjian kerja sama antara RSUP Dr. M. Djamil dan Kolegium Bedah. Kerja sama ini bertujuan untuk membuka program Fellowship Kolorektal, yang akan diselenggarakan di dua rumah sakit vertikal, yaitu RSUP Dr. M. Djamil di Padang dan RS Dr. Wahidin Sudirohusodo di Makassar.
Penandatanganan yang dilakukan oleh Direktur Utama RSUP Dr. M. Djamil, Dr. dr. Dovy Djanas, Sp.OG, KFM, MARS, FISQua, menjadi tonggak penting untuk memperluas akses layanan bedah kolorektal di seluruh Indonesia.
Direktur Utama RSUP Dr. M. Djamil, Dr. dr. Dovy Djanas, Sp.OG, KFM, MARS, FISQua, ketika dihubungi mengungkapkan rasa syukurnya atas penunjukan kedua rumah sakit tersebut. “Alhamdulillah, kami ditunjuk dua rumah sakit vertikal, yakni RSUP Dr. M. Djamil dan RS Wahidin Sudirohusodo, untuk membuka fellowship kolorektal,” ujarnya.
Pembukaan fellowship ini, sebutnya, dinilai strategis mengingat tingginya prevalensi penyakit yang berkaitan dengan kolon dan rektum di masyarakat. Program ini akan memberikan kesempatan emas bagi para dokter bedah untuk mendalami bidang kolorektal. Tujuannya adalah untuk mencetak dokter-dokter spesialis bedah yang kompeten dan dapat memenuhi kebutuhan layanan di berbagai rumah sakit daerah. “Ini akan memberikan kesempatan kepada dokter-dokter bedah yang bisa mengambil fellowship kolorektal,” jelas Dovy didampingi Ketua KSM Bedah Dr. dr. M. Iqbal Rivai, Sp.B, Subsp.BD (K).
Ia menyebutkan diketahui bahwa penyakit kelainan pada kolon dan rektum cukup banyak. Ini akan memberikan kesempatan kepada dokter-dokter spesialis bedah untuk bisa mengambil fellowship ini, terutama untuk pemenuhan layanan di rumah sakit daerah.
Dengan adanya program fellowship ini, diharapkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan kolorektal tidak lagi harus selalu dirujuk ke rumah sakit tersier. Dokter-dokter yang telah menjalani program fellowship ini akan memiliki kompetensi untuk melakukan tindakan bedah kolorektal di rumah sakit di daerahnya masing-masing. Hal ini tentu akan membuat layanan kesehatan menjadi lebih terjangkau dan mudah diakses oleh masyarakat luas, tanpa harus melakukan perjalanan jauh ke kota-kota besar.
“Artinya, tidak semua penyakit yang berhubungan dengan kolorektal ini harus dikirim ke rumah sakit tersier, tapi bisa dilakukan di rumah sakit yang sesuai dengan kompetensinya. Tentu akan memberikan akses kepada masyarakat untuk bisa dilayani oleh dokter-dokter spesialis bedah yang mengikuti pendidikan fellowship ini,” ucapnya.
Dovy juga menambahkan langkah ini akan memungkinkan rumah sakit tersier untuk lebih fokus menangani pasien-pasien dengan kondisi yang lebih kompleks dan memerlukan tindakan lanjutan (advance). Dengan demikian, terjadi penataan layanan yang lebih baik, mulai dari skrining, tatalaksana, hingga ketersediaan dokter spesialis yang merata. “Ini suatu hal yang perlu disupport dan memberikan akses layanan yang lebih baik, terutama bagi daerah yang membutuhkan layanan yang berhubungan dengan kolorektal,” tukas Dovy Djanas.(*)