Padang - Dokter masa depan bukan hanya sekadar seorang klinisi yang bekerja di ruang praktik atau rumah sakit. Dokter masa depan adalah sosok pemimpin kesehatan yang berorientasi pada pelayanan primer, berbasis kolaborasi lintas sektor, menguasai teknologi dan sains terkini dan menjunjung etika, humanisme, dan empati.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Utama RSUP Dr. M. Djamil Dr. dr. Dovy Djanas, Sp.OG, KFM, MARS, FISQua saat Halfday Symposium "Dokter Masa Depan: Pilar Pelayanan Primer dalam Supervisi Kolaboratif" di Auditorium Lantai IV Gedung Administrasi dan Instalasi Rawat Jalan, Minggu (7/9). Symposium dalam rangka Lustrum XIV Fakultas Kedokteran Universitas Andalas ini diadakan secara hybrid.
"Tantangan dokter masa depan semakin kompleks. Yakni beban penyakit ganda (double burden disease), transisi demografi dan epidemiologi, serta kesenjangan akses layanan di berbagai wilayah. Di sinilah pelayanan primer menjadi benteng utama dalam menjaga kesehatan masyarakat," sebutnya.
Turut hadir Dekan Fakultas Kedokteran Unand, Dr. dr. Sukri Rahman, Sp.THT-BKL, Subsp. Onk (K), FACS, FFSTEd, Ketua IKA FK Unand Prof. Dr. dr. Delfitri Munir, Sp.THT-BKL (K), Ketua Pelaksana dr. Ade Nofendra, Sp.A, Subsp. HO (K), pemateri dan peserta halfday symposium yang hadir secara hybrid.
Pelayanan primer, tegasnya, bukan sekadar pintu masuk sistem kesehatan. Ia adalah fondasi. Jika pelayanan primer kuat, maka sistem kesehatan akan kokoh. Namun, jika pelayanan primer rapuh, maka seluruh sistem akan goyah.
"Di Indonesia, tantangan pelayanan primer masih besar. Keterbatasan tenaga medis, disparitas wilayah, hingga beban kerja yang tidak seimbang. Untuk itu, dibutuhkan dokter masa depan yang mampu memimpin pelayanan primer dengan visi yang luas, sekaligus keterampilan praktis yang kuat. Dalam konteks ini, supervisi kolaboratif hadir sebagai jawaban," tutur Dovy.
Dirut menegaskan sebagai rumah sakit pendidikan utama, RSUP Dr. M. Djamil memiliki tanggung jawab besar dalam membentuk dokter masa depan. Rumah sakit tidak hanya menjadi tempat praktik klinis, tetapi juga bagian dari ekosistem pembelajaran kolaboratif. "Melalui bimbingan, supervisi, dan pendampingan, kami berusaha mencetak dokter yang tidak hanya unggul dalam pengetahuan, tetapi juga memiliki karakter, empati, dan kemampuan kepemimpinan," ucapnya.
Kolaborasi dengan Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, sebutnya, adalah sebuah kehormatan sekaligus amanah. "Bersama-sama, kita telah melahirkan ribuan dokter yang berkiprah di seluruh Indonesia, bahkan di luar negeri. Momentum Lustrum XIV ini adalah kesempatan untuk merenungkan kembali: bagaimana kita menyiapkan generasi dokter yang lebih siap menghadapi tantangan global, sekaligus tetap berpijak pada nilai-nilai luhur bangsa," tegasnya.
Pada kesempatan itu, Dirut memaparkan profil dan rencana pengembangan ke depan RSUP Dr. M. Djamil. Ini menunjukkan komitmen rumah sakit dalam terus meningkatkan kualitas pendidikan dan pelayanan.
Sementara itu, Dekan Fakultas Kedokteran Unand, Dr. dr. Sukri Rahman, Sp.THT-BKL, Subsp. Onk (K), FACS, FFSTEd mengatakan pentingnya dokter masa depan yang tidak hanya memiliki kompetensi klinis, tetapi juga mampu beradaptasi dengan transformasi sistem kesehatan yang sedang digencarkan oleh pemerintah. "Saat ini, kita berada di tengah era transformasi kesehatan. Dokter sebagai pilar utama harus siap menjadi agen perubahan, khususnya dalam memperkuat pelayanan primer," ujarnya.
Ia menambahkan, penguatan pelayanan primer memerlukan pendekatan supervisi kolaboratif, di mana dokter, perawat, bidan, dan tenaga kesehatan lainnya bekerja sama secara sinergis. Model kolaborasi ini, menurutnya, dapat meningkatkan efisiensi, akurasi diagnosis, dan kualitas layanan yang diberikan kepada masyarakat.
"Simposium ini menjadi wadah strategis untuk mendiskusikan bagaimana model kolaborasi ini dapat diimplementasikan secara efektif di lapangan," tukasnya. (*)