Jumat, 25 April 2025 09:27 WIB

RSUP Dr. M. Djamil tak Toleransi segala Bentuk Perundungan

Responsive image
Humas - RSUP dr. Djamil Padang
8

Padang (24/04) - RSUP Dr. M. Djamil tidak menoleransi segala bentuk perundungan. Rumah sakit vertikal milik Kementerian Kesehatan ini berkomitmen menciptakan lingkungan kerja dan belajar yang adil, terbuka, dan saling menghargai. Di samping juga ingin mendorong keberanian untuk berbicara, melaporkan, dan berdiskusi tentang situasi yang mungkin menimbulkan rasa tidak nyaman, tanpa rasa takut akan stigma atau pembalasan.

Hal tersebut ditegaskan oleh Direktur Utama RSUP Dr. M. Djamil Dr. dr. Dovy Djanas, Sp.OG, KFM, MARS, FISQua saat Sosialisasi Anti-Perundungan di Lingkungan PPDS dan Civitas Hospitalia di Auditorium Lantai IV Gedung Administrasi dan Instalasi Rawat Jalan Lantai IV. Dalam sosialisasi itu menghadirkan narasumber Kajati Sumbar Yuni Daru Winarsih, SH, M.Hum.

“Upaya pencegahan dan penanganan perundungan harus menjadi komitmen bersama kita semua. Baik manajemen rumah sakit, institusi pendidikan, maupun seluruh civitas hospitalia,” kata Dovy Djanas.

Turut hadir dewan direksi RSUP Dr. M. Djamil, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Dr. dr. Sukri Rahman, Sp.THT-BKL, Subsp.Onk(K), FACS, FFSTEd, Ketua SPI, Komite Koordinasi Pendidikan, Komite Etik dan Hukum, serta Komite Medik RSUP Dr. M. Djamil.

Kemudian Ketua TKP PPDS dan Ketua Program Studi Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Para Koordinator Program Studi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas , manajer, asisten manajer, kepala instalasi, dan kepala KSM RSUP Dr. M. Djamil. Dan peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS).

Ia mengatakan rumah sakit pendidikan adalah tempat pembelajaran yang kompleks, penuh dinamika, dan menuntut kerja sama yang erat antar semua lini—tenaga medis, pengajar, staf, serta peserta didik. Dalam proses tersebut, sangat penting untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, saling menghormati, dan menciptakan lingkungan yang aman serta suportif bagi semua.

“Mari kita sama-sama membangun lingkungan yang sehat secara fisik, mental, dan sosial. Karena hanya dengan itu, kita dapat mencetak dokter-dokter yang tidak hanya kompeten, tapi juga berjiwa besar dan beretika tinggi,” tegasnya.

Kajati Sumbar Yuni Daru Winarsih, SH, M.Hum saat pemaparan materi mengajak mahasiswa senior dan junior  untuk bersama–sama memutus mata rantai perundungan ini. Dengan cara memperkaya kejiwaan kita dengan agama masing-masing. “Kadang sekali-sekali tempatkan diri kita untuk tukar tempat. Kalau aku digituiin senang nggak sich. Kalau digituin sakit nggak sich. Kalau sakit jangan dilakukan,” ucapnya.

Jika sudah menjadi korban perundungan, Ia mengajak mari kita putus mata rantai itu. “Kalau digituin nggak enak, jangan membuat korban baru lagi. Karena sebagian besar akan menjadi pelaku-pelaku lainnya,” tuturnya.

Perundungan, sebutnya, bukan hanya saat di perkuliahan saja. Bagaimana terhadap pasien. “Bagaimana para dokter ini akan menyehatkan orang lain kalau fisik, jiwa, dan psikis dokter itu tidak sehat. Nggak sehat karena melebihi batas waktu jam kerja,. Kalau fisik lelah pasti pekerjaan tidak akan baik,” ungkap Yuni.

Ia pun mengajak untuk menerapkan pola mengajar yang baik untuk menghasilkan dokter-dokter yang baik. Biar kepercayaan masyarakat itu tetap jika dokter tersebut adalah tangannya Tuhan. Dokter itu mengobati dan Tuhan menyembuhkan. “Dokter itu merupakan pekerjaan mulia. Dokter itu pintar. Orang yang paling terakhir dicari oleh orang yang ingin sehat. Dokter pakai jas putih itu keren seperti malaikat,” ucapnya.

Sementara itu, Ketua Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) drg. Arianti Anaya, MKM secara virtual berharap rumah sakit pendidikan seperti RSUP Dr. M. Djamil perlu meningkatkan peran strategisnya dalam pengimplementasian seluruh regulasi pencegahan dan penanganan perundungan dalam tindakan nyata. “Kegiatan sosialisasi ini bukan sekadar seremonial tapi juga langkah awal menyatukan persepsi membangun budaya anti-perundungan dengan melibatkan berbagai pihak melakukan pengawasan secara holistik. Sehingga manajemen rumah sakit dapat menjamin bahwa tempat belajarnya aman dan kondusif untuk para residen,” ucap drg. Arianti Anaya.

Ia meminta sudah saatnya kita mengubah paradigma senior semata-mata menjadi simbol otoritas. Tetapi menjadi teladan dan membimbing junior dalam kegiatan yang kegiatan positif. “Pendidik klinis bukan hanya pengajar tetapi juga pelindung dan fasilitator pertumbuhan moral,” ujar Ketua Dewan Pengawas RSUP Dr. M. Djamil ini.

Tidak kalah penting, tutur drg. Arianti, peserta didik perlu dipahami bahwa mereka juga memiliki tanggung jawab menjaga etika dan juga saling menghargai atas sesama. “Melalui kegiatan ini saya berharap terbentuknya pemahaman bersama mengenai apa yang dimaksud dengan perundungan dan juga mekanisme pelaporan serta konsekuensi hukum didapat apabila diketahui ada kegiatan perundungan yang dilakukan tenaga medis dan tenaga kesehatan. Lebih dari itu, seluruh tenaga medis yang berada di rumah sakit pendidikan perlu memahami bahwa lingkungan kerja dan belajar kondusif aman dan nyaman, bebas dari ancaman dan intimidasi adalah hak setiap individu dan menjadi tanggung jawab kita bersama,” tukasnya. (*)