Rabu, 10 Agustus 2022 07:43 WIB

Kecelakaan Menyebabkan Cedera Kelenjar Hormon Otak?

Responsive image
1811
Prof. Dr. dr. Tjokorda Gde Bagus Mahadewa, M.Kes, - RSUP Prof. dr. I.G.N.G. Ngoerah

          Di dalam otak manusia terdapat sebuah kelenjar yang penting dalam mengatur hormon tubuh, yaitu kelenjar hipothalamus. Kelenjar ini terletak di dasar tulang otak dan berada di tengah-tengah otak. Hormon yang dihasilkan oleh kelenjar hipothalamus akan beredar ke organ-organ target, antara lain kelenjar otak lainnya, ginjal, tiroid, indung telur (pada wanita), dan buah zakar (pada laki-laki). Hormon tersebut mengatur organ tubuh agar berfungsi dengan baik sehingga tercapai kondisi keseimbangan yang penting untuk ketahanan tubuh. Beberapa fungsi vital yang diatur supaya kondisi ini tercapai adalah suhu tubuh, pertumbuhan, berat badan, keseimbangan air dalam tubuh, produksi susu, emosi, siklus tubuh, tekanan darah, nafsu makan, dan pencernaan.

          Karena banyaknya hal penting yang diatur oleh kelenjar hipothalamus, cedera pada kelenjar tersebut akan memiliki efek yang sangat besar. Kerusakan ini antara lain dapat terjadi karena cedera kepala (misalnya setelah terjadi kecelakaan), operasi otak, tumor otak, radiasi, kemoterapi, kekurangan nutrisi, kelainan pembuluh darah otak, kelainan genetik, infeksi, penyakit peradangan, dan sebagainya. Bahkan menurut penelitian, kerusakan ini dapat terjadi pada 3-6 dari 10 orang cedera kepala. Semakin berat derajat cedera kepala seseorang, semakin tinggi kemungkinannya mengalami cedera kelenjar hipothalamus ini.

          Gejala pada cedera kelenjar hipothalamus muncul sesuai fungsi yang diatur oleh kelenjar tersebut. Misalnya, pada saat suhu tubuh manusia naik melebihi ambang batas tertentu, kelenjar hipothalamus akan memerintahkan tubuh untuk berkeringat sehingga suhu tubuh turun. Ketika kelenjar hipothalamus mengalami cedera, terjadi kegagalan fungsi mengatur suhu sehingga suhu tubuh manusia dapat naik terus hingga merusak otak.

          Kelenjar hipothalamus mengatur ginjal untuk menghasilkan hormon stress ke peredaran darah. Kerusakan Cedera hipothalamus menyebabkan kelenjar di ginjal tidak dapat berfungsi secara normal sehingga muncul penurunan berat badan, mudah letih, nyeri otot, penurunan tekanan darah, muntah, dan dehidrasi. Kondisi ini merupakan kondisi gawat darurat yang mebutuhkan penanganan segera sehingga adanya gejala-gejala di atas harus diwaspadai.

          Kelenjar tiroid merupakan kelenjar berbentuk kupu-kulu yang terletak di leher. Kelenjar ini menghasilkan hormon yang penting dalam metabolisme, pertumbuhan, pengaturan suhu, dan lainnya. Jika terjadi cedera kelenjar hipothalamus, kelenjar tiroid tidak menerima perintah dengan baik sehingga dapat terjadi gangguan konsentrasi dan memori, penambahan berat badan, keletihan berlebih, rasa kedinginan terus menerus, depresi, kesulitan buang air besar, gangguan menstruasi, dan mandul.

          Selanjutnya ketika terjadi cedera, kelenjar hipothalamus tidak dapat memproduksi cukup hormon kencing. Hal ini menyebabkan tubuh tidak dapat menyimpan cukup air dan kencing keluar sangat banyak sehingga terjadi kehausan berlebih, dehidrasi, kulit kering, dan kelemahan otot. Beberapa gejala lain yang dapat timbul adalah tidak menstruasi (akibat kurangnya hormon indung telur), makan berlebih yang tidak dapat dikontrol, terlambat pubertas.

          Adanya gejala-gejala di atas harus dipastikan dengan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis cedera hipothalamus. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan terbagi menjadi laboratorium, radiologi, dan pemeriksaan lainnya. Pada pemeriksaan laboratorium, dokter akan melakukan pemeriksaan kadar hormon darah yang diatur oleh kelenjar hipothalamus. Hormon tersebut antara lain hormon stress, hormon indung telur, hormon untuk kelenjar otak lain, dan hormon tiroid. Untuk pemeriksaan radiologi, pemeriksaan baku emas cedera hipothalamus adalah Magnetic Resonance Imaging atau Computed-tomographic Scan. Sedangkan pada pemeriksaan lainnya dapat dilakukan pemeriksaan visus, genetik, dan penanda autoimun.

          Penaganan pasien cedera hipothalamus bergantung pada penyebab, tanda, dan gejala dari cedera tersebut. Sebagian besar gejala dari cedera hipothalamus ini dapat ditangani dengan pengobatan. Beberapa gejala seperti kejang ditangani dengan pemberian obat kejang, gejala yang berhubungan dengan hormon ditangani dengan pemberian hormon pengganti, gejala karena gangguan makan ditangani dengan obat pengatur nafsu makan dan terapi psikologi. Sedangkan pada kasus ditemukannya tumor, dilakukan operasi atau radiasi. Semakin cepat kelainan hipothalamus dapat dideteksi, semakin cepat gejala-gejala tersebut dapat dikontrol sehingga perbaikan kondisi terjadi lebih cepat.                               

Referensi :

1.    Acerini CL, Tasker RC. Traumatic brain injury induced hypothalamic-pituitary dysfunction: a paediatric perspective. Pituitary. 2007;10(4):373-80. doi: 10.1007/s11102-007-0052-8. PMID: 17570066.

2.    Sanchez Jimenez JG, De Jesus O. Hypothalamic Dysfunction. [Updated 2021 Dec 24]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560743/?report=classic

3.    Javed Z, Qamar U, Sathyapalan T. Pituitary and/or hypothalamic dysfunction following moderate to severe traumatic brain injury: Current perspectives. Indian J Endocrinol Metab. 2015 Nov-Dec;19(6):753-63. doi: 10.4103/2230-8210.167561. PMID: 26693424; PMCID: PMC4673802.