Antibiotik merupakan golongan obat yang berguna untuk membasmi ataupun menghambat pertumbuhan bakteri yang dapat menyebabkan penyakit. Dalam kondisi tertentu, tubuh kita dapat terinfeksi bakteri dan tak jarang untuk membantu dalam proses penyembuhannya kita membutuhkan antibiotik. Namun, mengonsumsi antibiotik tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Mengonsumsi antibiotik membutuhkan resep dokter, hal ini karena tidak semua infeksi oleh bakteri memerlukan penanganan berupa antibiotik, dan dalam beberapa situasi bahkan kita tidak memerlukan antibiotik agar sembuh dari penyakit. Bahkan tidak semua infeksi terjadi disebabkan oleh bakteri.
Banyak masalah miss-perception mengenai penggunaan antibiotik dalam kehidupan sehari-hari. Seringkali orang yang mengonsumsi antibiotik tanpa resep dari dokter dengan asumsi bahwa penyakitnya langsung dapat teratasi setelah mengonsumsi antibiotik. Klaim yang salah ini dapat berujung fatal. Konsumsi antibiotik yang tidak sesuai dengan kebutuhan kondisi tubuh dapat menyebabkan efek samping yang beragam, seperti gatal-gatal, kulit merah, diare, bahkan sampai dengan resisten terhadap antibiotik yang telah dikonsumsi tersebut (resisten di sini merupakan situasi di mana obat tersebut tidak cukup bermanfaat lagi dikarenakan bakteri yang ada di tubuh kita sudah kuat dan kebal dalam menghadapi obat antibiotik tersebut).
Organisasi Kesehatan Dunia, WHO menyebutkan bahwa kasus resistensi antibiotik menyulitkan proses penyembuhan suatu penyakit seperti Pneumonia dan TBC. Menurut WHO penggunaan antibiotik tanpa resep dari dokter akan memunculkan bakteri resistensi yang bahkan dapat tersebar ke seluruh manusia. Hal ini tentu akan menyulitkan proses pengobatan secara komprehensif dan adekuat apabila terjadi. Waktu konsumsi antibiotik juga tentu perlu diperhatikan sebagai langkah mencegah terjadinya efek samping antibiotik. Apabila anda diresepkan untuk mengonsumsi antibiotik, maka anda harus mengonsumsinya dengan tepat waktu. Contohnya apabila anda diresepkan 2x dalam sehari, maka anda harus mengonsumsi antibiotik dengan jarak waktu 12 jam antara konsumsi antibiotik selanjutnya. Penting juga untuk mengonsumsi antibiotik sampai habis.
Mengutip dari Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik di Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi menyebutkan bahwa angka kasus resistensi antibiotik di Indonesia sudah cukup tinggi. Konsumsi antibiotik yang terlalu rendah atau terlalu tinggi dan lama pemberian telralu lama ataupun terlalu singkat juga berpotensi mengakibatkan resistensi antibotik. Terlepas dari itu juga, kemudahan akses untuk mendapatkan obat antibiotik ini juga cukup perlu dipehatikan. Beberapa oknum serta fasilitas kesehatan memiliki kesadaran yang rendah akan hal ini. Tentu ini juga perlu diperhatikan untuk menekan terjadinya efek samping dari mengonsumsi antibiotik. Maka dari itu, konsulkan ke dokter anda terlebih dahulu agar dokter dapat menentukan jenis antibiotik apa yang diperlukan untuk kondisi tubuh anda.
Referensi:
Bahar Madra. 2022. The Role and Responsibilities of Nurses, the Most Frequently Encountered Difficulties, and Proposed Solutions in Antimicrobial Stewardship. Journal Education and Reseach in Nursing DOI: 10.5152/jern.2022.20438
Kenneth C. Wiley, DNP, RN1 and Hendel J. Villamizar, DNP, RN1.2019. Antibiotic Resistance Policy and the Stewardship Role of the Nurse. Sage Journal. DOI: 10.1177/1527154418819251
Muhammad Anwar et all. 2021. Exploring Nurses’ Perception of Antibiotic Use and Resistance: A Qualitative Inquiry. Journal of Multidisciplinary Healthcare
https://thewell.northwell.edu/infectious-disease/antibiotic-overuse