Senin, 28 April 2025 11:29 WIB

Bisakah Alergi Makanan Sembuh ?

Responsive image
3
Septa Clara Astiyah, SST, MARS, RD - RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang

Alergi makanan adalah kondisi di mana makanan tertentu dapat memicu respons imun yang tidak normal, makanan jenis apa pun dapat menyebabkan alergi terutama makanan yang mengandung zat protein (alergen) yang dianggap sebagai ancaman oleh antibodi IgE. Reaksi alergi akan muncul ketika antibodi IgE melepaskan bahan kimia yaitu histamin untuk melawan alergen yang dianggap berbahaya sehingga menimbulkan gejala dan dapat terjadi mulai dari beberapa menit setelah terpapar hingga beberapa jam (2-6 jam) atau bahkan beberapa hari kemudian setelah terpapar.

Alergi akibat makanan dapat dibedakan dari faktor penyebabnya, yaitu :

1. Pollen-food allergy syndrome

pollen-food allergy syndrome atau oral allergy syndrome adalah reaksi alergi yang muncul ketika penderitanya mengkonsumsi buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan atau rempah-rempah segar dan kondisi ini sering dialami oleh penderita rinitis alergi. 

2. Exercise-induced food allergy J

exercise-induced food allergy merupakan reaksi alergi yang muncul ketika seseorang mengkonsumsi makanan tertentu setelah berolahraga. Salah satu faktor risiko yang dapat meningkatkan reaksi alergi yaitu usia, anak-anak dan remaja lebih rentan mengalami alergi jika dibandingkan dengan orang dewasa.

Menurut Food Allergy Research and Education (FARE) diperkirakan 1 dari 13 anak Amerika memiliki alergi makanan. Sementara di Indonesia sendiri prevalensi alergi makanan yang terjadi pada balita terjadi sekitar 8?n pada orang dewasa sekitar 4%. Faktor risiko lainnya adalah memiliki keluarga dengan riwayat kondisi serupa atau menderita jenis alergi lainnya (rinitis alergi atau eksim) dan memiliki riwayat asma.

Gejala alergi makanan yang paling umum terjadi antara lain pembengkakan pada lidah, mulut atau wajah, gatal-gatal, ruam gatal, kesulitan bernapas, tekanan darah rendah, muntah, diare, sakit perut, pusing, merasa ingin pingsan, batuk atau mengi dan suara serak. Dalam kasus yang parah, reaksi alergi dapat menyebabkan anafilaksis yang memerlukan perhatian medis segera. Kondisi anafilaksis dapat menyebabkan reaksi alergi pada seluruh tubuh yang mengancam jiwa karena dapat mengganggu pernapasan, menyebabkan penurunan tekanan darah secara drastis dan mempengaruhi detak jantung. Anafilaksis dapat terjadi dalam beberapa menit setelah terpapar alergen sehingga kondisi ini dapat berakibat fatal dan harus segera diobati dengan suntikan epinefrin (adrenalin).

Gejala alergi lain yang juga perlu perhatian dan merupakan keadaan darurat, yaitu pembengkakan tiba-tiba pada mulut, bibir, tenggorokan atau lidah, ruam tiba-tiba, sesak napas, mengi atau terengah-engah, napas sangat cepat, kesulitan menelan, pusing tiba-tiba, kulit, lidah atau bibir biru atau pucat, tidak responsif seperti kesulitan mengangkat kepala, pingsan dan tidak sadarkan diri.

Makanan yang dapat memicu reaksi alergi meskipun dengan gejala ringan pada suatu saat akan dapat menyebabkan gejala yang lebih parah. Reaksi alergi dapat dicegah dengan melakukan identifikasi dan menghindari alergen pada bahan-bahan makanan yang sering menyebabkan alergi, seperti: 

1. Susu sapi

Alergi susu sapi dapat terjadi pada 2–3 persen bayi, tapi reaksi alergi ini akan sembuh saat mereka berusia 3 tahun atau lebih (sekitar 90%) sehingga alergi susu sapi jarang terjadi pada orang dewasa. Meskipun reaksi alergi susu sapi dapat sembuh sendiri seiring pertambahan usia anak, kita masih perlu menghindari untuk konsumsi susu sapi dan produk olahannya, seperti : keju, mentega, margarin, yogurt, krim dan es krim. Disamping itu ibu yang menyusui bayi dengan alergi susu sapi juga perlu menghilangkan susu sapi dalam pola makan mereka untuk mencegah reaksi alergi pada bayi.

2. Telur

Alergi telur dapat hilang sendiri setelah anak berusia 16 tahun, sebelum itu anak masih perlu diet bebas telur untuk mencegah reaksi alergi. Kondisi ini sebagian besar tidak berlaku apabila telur diolah menjadi makanan lainnya atau memasak telur. Pengolahan pada telur dapat mengubah bentuk protein penyebab alergi sehingga dapat menghentikan antibodi IgE menganggapnya berbahaya.

3. Kacang

Alergi kacang dan biji-bijian (wijen) yang berasal dari pohon dapat terjadi hingga 3% orang di seluruh dunia. Beberapa jenis kacang yang dapat memicu reaksi alergi, meliputi : kacang brazil, kacang almond, kacang mete, kacang macadamia, kacang pistachio, kacang pinus, kacang kenari dan kacang kedelai.

4. Ikan dan makanan laut (seafood)

Alergi seafood umumnya dipicu oleh protein tropomyosin, arginine kinase dan myosin yang terdapat pada udang, lobster, cumi-cumi, kepiting, kerang dan tiram. Gejala alergi seafood seringkali sulit dibedakan dengan kasus keracunan makanan laut karena memiliki gejala yang sama yaitu mengalami gangguan pencernaan seperti muntah, diare dan sakit perut.

5. Gluten

Alergi gluten yang terdapat pada gandum, barley dan oat dapat menyebabkan reaksi, seperti gangguan pencernaan, gatal-gatal, muntah, ruam, bengkak dan dalam kasus yang parah dapat menyebabkan anafilaksis.

Edukasi dapat diberikan kepada orang tua dan pendamping anak sebagai upaya pencegahan dan penanganan alergi terhadap makanan. Pencegahan alergi makanan selain dengan melakukan identifikasi dan menghindari konsumsi bahan makanan penyebab alergen, dapat juga dengan mencatat semua riwayat alergi yang dialami sejak awal untuk evaluasi dan pengembangan menu yang lebih aman. Kondisi alergi susu sapi atau alergi telur dapat menghilang seiring pertambahan usia anak, namun alergi pada kacang, seafood atau gluten akan tetap berisiko terjadi sepanjang hidup penderitanya.

Upaya pencegahan lainnya yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan alternatif bahan makanan untuk menggantikan bahan makanan alergenik dengan bahan lain yang memiliki kandungan gizi serupa, misalnya susu sapi diganti dengan susu nabati atau susu kedelai bagi bayi yang alergi susu sapi. Selain itu orang tua juga dapat mengenalkan berbagai macam makanan sedikit demi sedikit saat memberikan MP ASI pada bayi usia 4–6 bulan, selalu membaca label kandungan makanan sebelum dikonsumsi, berusaha menyiapkan makanan sendiri yang bebas alergen saat bepergian keluar rumah, menginformasikan kepada pelayan atau juru masak mengenai makanan yang tidak boleh dikonsumsi saat mengunjungi restoran, selalu menjaga hygiene sanitasi atau kebersihan peralatan masak dan penyajian agar bebas dari kontaminasi silang serta memastikan bahan-bahan makanan yang digunakan untuk memasak tidak tercampur dengan zat-zat pemicu alergi. Penanganan terhadap alergi makanan dapat dilakukan dengan pemantauan gejala, jika terjadi muntah, diare, ruam kulit atau sesak napas segera hentikan pemberian makanan dan pada kondisi anafilaksis segera cari bantuan medis atau bawalah ke Dokter terdekat.

 

Referensi :

West, Helen dan Northrop, Alyssa, 2024, The 9 Most Common Food Allergies diakses pada https://www.healthline.com/nutrition/common-food-allergies

The American College of Allergy, Asthma & Immunology, 2023, Food Allergy diakses pada https://acaai.org/allergies/allergic-conditions/food/

Artikel Halodoc, 2019, Inilah 6 Makanan yang Paling Banyak Menyebabkan Alergi diakses pada https://www.halodoc.com/artikel/inilah-6-makanan-yang-paling-banyak-menyebabkan-alergi

Tim Medis Siloam Hospitals, 2024, Alergi Makanan : Penyebab, Gejala, dan Cara Mengobatinya diakses pada https://www.siloamhospitals.com/informasi-siloam/artikel/mengenal-alergi-makanan

Sumber gambar :

https://res.cloudinary.com/dk0z4ums3/image/upload/v1670899073/attached_image/4-ciri-ciri-alergi-makanan-dan-cara-mengatasinya.jpg