Senin, 15 Desember 2025 14:22 WIB

Dukungan Psikologis di Masa Krisis Psychological First Aid alam Situasi Bencana

Responsive image
13
dr Lahargo Kembaren SpKJ - RS Jiwa dr.H.Marzoeki Mahdi Bogor

Bencana alam seperti banjir, gempa bumi, tanah longsor, atau kebakaran hutan tidak hanya menimbulkan kerusakan fisik, tetapi juga meninggalkan dampak psikologis yang mendalam bagi para penyintas. Kehilangan rumah, harta benda, mata pencaharian, bahkan orang-orang yang dicintai sering kali mengguncang rasa aman dan harapan seseorang. Dalam situasi krisis seperti ini, banyak penyintas mengalami reaksi emosional berupa ketakutan, kesedihan mendalam, kebingungan, kemarahan, hingga perasaan tidak berdaya. Reaksi-reaksi tersebut merupakan respons yang wajar terhadap peristiwa yang tidak wajar.

Bencana Memberikan Dampak Psikologis

World Health Organization (WHO) menegaskan bahwa perhatian terhadap kesehatan jiwa dalam situasi darurat merupakan bagian penting dari respons kemanusiaan. Dalam panduan resminya, WHO menyatakan bahwa orang-orang yang terdampak bencana lebih rentan mengalami stres dan distres, namun sebagian besar dapat pulih secara alami apabila mendapatkan dukungan psikososial dasar yang memadai. Pernyataan ini menegaskan bahwa kehadiran, perhatian, dan dukungan awal memiliki peran besar dalam proses pemulihan penyintas.

Psychological First Aid

Salah satu pendekatan yang direkomendasikan secara global untuk memberikan dukungan awal tersebut adalah Psychological First Aid atau PFA. PFA merupakan bentuk pertolongan pertama pada aspek psikologis yang bersifat manusiawi, suportif, dan praktis. Pendekatan ini tidak dimaksudkan sebagai terapi atau konseling klinis, melainkan sebagai dukungan awal untuk membantu individu menghadapi dampak langsung dari peristiwa traumatis.

WHO mendefinisikan PFA sebagai respons yang penuh empati dan dukungan terhadap sesama manusia yang sedang menderita dan membutuhkan bantuan.

PFA berfokus pada kehadiran yang empatik, kemampuan mendengarkan secara aktif, serta upaya membantu memenuhi kebutuhan mendesak penyintas, baik secara emosional maupun praktis. Pendekatan ini tidak bertujuan menggali pengalaman traumatis secara mendalam, melainkan membantu penyintas merasa aman, didengar, dan tidak sendirian. Dengan demikian, PFA menjadi fondasi awal sebelum intervensi psikologis atau psikiatri yang lebih spesifik diperlukan.

PFA Bisa Dilakukan Oleh Siapa Saja

Penting untuk dipahami bahwa PFA tidak hanya dapat dilakukan oleh profesional kesehatan jiwa. WHO menegaskan bahwa PFA dirancang untuk digunakan oleh berbagai pihak yang terlibat dalam respons bencana, termasuk tenaga kesehatan, relawan, petugas lapangan, guru, tokoh masyarakat, aparat keamanan, maupun sesama penyintas. Selama memiliki pemahaman dasar dan sikap empatik, siapa pun dapat memberikan PFA sebagai bentuk dukungan kemanusiaan.

Prinsip Dasar PFA

Secara prinsip, PFA bertujuan untuk melindungi, menenangkan, dan mendukung penyintas. Melindungi berarti membantu memastikan bahwa penyintas berada dalam situasi yang aman dan terlindungi dari ancaman lanjutan. Menenangkan berarti membantu mengurangi intensitas respons emosional agar penyintas tidak semakin kewalahan oleh situasi yang dihadapinya. Mendukung berarti membantu memenuhi kebutuhan dasar serta menghubungkan penyintas dengan sumber daya dan bantuan yang tersedia.

Langkah - Langkah PFA

Dalam praktiknya, WHO merumuskan PFA ke dalam tiga langkah inti yang dikenal dengan pendekatan Look, Listen, dan Link.

1.     Look

Mengamati situasi dan kondisi individu terdampak. Pada tahap ini, petugas atau relawan memperhatikan aspek keamanan lingkungan, mengidentifikasi kebutuhan mendesak, serta mengenali individu atau kelompok yang menunjukkan tanda-tanda distres berat. Perhatian khusus perlu diberikan kepada kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, ibu hamil, penyandang disabilitas, dan individu dengan kondisi kesehatan tertentu.

2.     Listen

Mendengarkan penyintas dengan empati. Mendengarkan dalam PFA dilakukan tanpa paksaan dan tanpa penilaian. Penyintas tidak dipaksa untuk menceritakan pengalaman traumatisnya, namun diberikan ruang aman untuk berbagi perasaan jika mereka menginginkannya. Validasi terhadap perasaan penyintas menjadi bagian penting dari tahap ini, karena membantu mereka memahami bahwa reaksi emosional yang dialami adalah wajar dan dapat dimengerti.

3.     Link

Membantu menghubungkan penyintas dengan berbagai bentuk dukungan yang relevan. Dukungan ini dapat berupa layanan medis, tempat pengungsian, bantuan logistik, layanan pencarian anggota keluarga, maupun dukungan sosial dari komunitas sekitar. Menghubungkan juga berarti membantu penyintas mendapatkan informasi yang jelas dan akurat serta merencanakan langkah-langkah kecil dalam waktu dekat, sehingga mereka kembali merasakan kendali atas hidupnya.

Do's and Don'ts Saat PFA

WHO juga menekankan bahwa dalam pelaksanaan PFA terdapat hal-hal yang perlu dilakukan dan hal-hal yang harus dihindari. Petugas atau relawan dianjurkan untuk bersikap jujur, menjaga privasi, menghormati budaya dan keyakinan lokal, serta menjaga martabat penyintas. Sebaliknya, memberikan janji palsu, informasi yang menyesatkan, atau menyalahkan reaksi emosional penyintas harus dihindari karena dapat memperburuk kondisi psikologis mereka.

Sebagian besar reaksi stres yang muncul setelah bencana merupakan respons normal terhadap situasi yang tidak normal. Dengan dukungan psikososial dasar yang tepat, banyak penyintas dapat pulih secara alami seiring waktu. Namun demikian, PFA juga berperan penting dalam mengenali kondisi-kondisi tertentu yang memerlukan rujukan lebih lanjut kepada tenaga profesional, seperti adanya risiko melukai diri sendiri, kebingungan berat yang menetap, atau ketidakmampuan menjalankan fungsi dasar sehari-hari.

Pada akhirnya, tujuan utama Psychological First Aid adalah membantu penyintas kembali merasa aman, dihargai, didukung, dan berdaya. WHO merangkum tujuan ini dengan menyatakan bahwa PFA bertujuan untuk mengurangi distres awal dan mendorong kemampuan adaptasi dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dengan pendekatan yang sederhana namun penuh empati, Psychological First Aid menjadi bagian penting dari respons kesehatan jiwa dan dukungan psikososial dalam situasi bencana, serta mengingatkan kita bahwa di tengah kehancuran fisik, menjaga dan memulihkan jiwa adalah tanggung jawab kemanusiaan yang tidak kalah penting.

 

Referensi:

World Health Organization, War Trauma Foundation, & World Vision International. (2011). Psychological first aid: Guide for field workers. World Health Organization.

World Health Organization. (2013). Building back better: Sustainable mental health care after emergencies. World Health Organization.

Inter-Agency Standing Committee. (2007). Guidelines on mental health and psychosocial support in emergency settings. Inter-Agency Standing Committee.