Kita ketahui bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 Ayat 1 yang menjelaskan pendidikan yang bermutu berhak dimiliki oleh setiap warga negara. Artinya, kesempatan sama juga dimiliki oleh siswa berkebutuhan khusus dalam memperoleh pendidikan. Siswa berkebutuhan khusus adalah mereka yang memiliki karakteristik berbeda dengan lainnya. Biasanya mereka menunjukkan ketidakmampuan fisik, emosional, maupun mental, untuk itu siswa berkebutuhan khusus juga memerlukan pendidikan untuk mengoptimalkan potensinya seperti dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 5 Ayat 2 tentang pemerolehan pendidikan khusus berhak dimiliki oleh warga negara yang memiliki kelainan seperti mental, intelektual, emosional, hingga sosial. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 pasal 51 tentang Perlindungan Anak yaitu pendidikan biasa dan pendidikan luar biasa memberikan kesempatan yang sama secara penuh dan tanpa terkecuali kepada mereka yang memiliki kelainan fisik atau mental.
Kontrol sikap dan tindakan merupakan kegiatan yang sulit bagi siswa yang memiliki perilaku hiperaktif. Perilaku hiperaktif merupakan perilaku menyimpang yang dapat mengganggu pelaksanaan kegiatan pembelajaran di sekolah. menyatakan bahwa gangguan pemusatan perhatian yang ditandai dengan hiperkinetik atau kondisi sulit diam seringkali dialami oleh siswa hiperaktif. Selaras dengan pendapat tersebut siswa yang mengalami perilaku hiperaktif ditandai dengan kurang perhatian, mudah teralih perhatian, emosi yang meledak-ledak serta aktivitas yang berlebihan.
Perilaku hiperaktif ditandai dengan karakteristik seperti kebiasaan beranjak dari tempat duduk saat pembelajaran atau di luar pembelajaran, kegiatan lainnya itu sulit mengikuti peraturan seperti dalam bermain, menunjukkan perilaku tidak sabar menunggu giliran dan mereka selalu mengganggu teman lain, dan memotong pembicaraan saat ada orang lain berbicara atau dalam hal mentaati peraturan dalam sebuah permainan. Siswa hiperaktif biasanya menunjukkan karakteristik ini. Hal itu mengakibatkan sulitnya mengontrol diri dan berakibat mengganggu orang lain serta berpengaruh pada keberhasilan akademiknya.
Dalam sebuah penelitian menunjukan bahwa ketahanan duduk siswa hiperaktif hanya berkisar 1-2 menit. Selain itu dalam sebuah hasil penelitian yang lainnya yang dilakukan tingkah laku siswa hiperaktif di kelas sering mengambil barang temannya yang lain, sulit berkosentrasi, mudah bosan, sering keluar masuk kelas saat proses pembelajaran, tidak bisa diam dan sering asyik dengan benda-benda yang ada di sekitarnya ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Sedangkan ketika berada di rumah, siswa tersebut terlihat baik-baik saja seperti temannya yang lain. Dari hasil kedua penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa hiperaktif memiliki faktor penyebab mereka dalam berlaku.
Sekolah merupakan tempat memperoleh ilmu pengetahuan setelah keluarga. Sekolah harus mampu memberikan rasa nyaman dan aman bagi siswanya. Pendidikan anak hiperaktf tidak hanya dilakukan di rumah saja, namun juga dilakukan di sekolah. Anak hiperaktif perlu belajar bersosialisasi dan berkomunikasi dengan orang lain. Terdapat 8 (delapan) cara yang dapat dilakukan pihak sekolah khususnya sekolah umum dalam mendidik anak hiperkatif.
1. Perbanyak memahami anak. Anak hiperaktif cenderung sulit bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Hal tersebut dikarenakan anak hiperaktif sulit untuk dikendalikan emosinya. Guru harus sabar menangani anak hiperaktif. Anak hiperaktif merupakan tipe anak yang tidak suka dipaksa, hal tersebut bisa membuat mereka takut dan menjauh. Memberikan waktu untuk bersenang-senang kepada anak hiperaktif sementara waktu adalah kuncinya, yang penting tidak mengganggu teman lainnya yang sedang belajar.
2. Posisikan tempat duduk anak hiperaktif di depan. Hal tersebut menguntungkan bagi guru, karena dapat lebih mudah dalam memperhatikan dan mengontrol anak hiperaktif.
3. Menarik perhatian dengan bermain. Dalam kegiatan pembelajaran, guru dapat membuat variasi metode pengajaran dengan permainan, kegiatan yang menyenangkan seperti menggambar dan mewarnai.
4. Diskusi kelompok
Tujuan utama mereka sekolah adalah salah satunya bersosialisasi dan berkomunikasi, kegiatan diskusi ini cocok untuk meningkatkan kemampuan tersebut.
5. Latih kedisiplinan
Kedisiplinan merupakan hal penting dalam kehidupan. Disiplinkan anak hiperaktif dengan masuk kelas tepat waktu, mengerjakan tugas, menaati perintah guru, dan lain-lain. Pengajaran disiplin ini harus diajarkan secara perlahan kepada anak hiperaktif.
6. Ajak bicara
Anak hiperaktif perlu diberi kesempatan untuk berbicara. Dalam kegiatan pembelajaran guru dapat memberikan kesempatan kepada mereka bercerita pengalaman di depan kelas, mendengarkan dan menghargai pernyataan yang disampaikan.
7. Memberikan hadiah
Pemberian hadiah merupakan sebuah penghargaan bagi anak hiperaktif. Pemberian hadiah dapat membangkitkan semangat untuk berprestasi. Hadiah yang diberikan tidak harus mahal. Hadiah tersebut dapat berupa ucapan verbal dari guru.
8. Hindari membandingkan anak
Kegiatan membanding-bandingkan tidak disukai oleh anak hiperaktif maupun normal. Hal tersebut dapat membuat rendah diri, minder, dan malas belajar. Usahakan menghargai hasil karya mereka meskipun tidak sesuai standar yang sudah ditentukan.
Selain hal tersebut di atas tentunya juga ada masalah yang dihadapi anak hiperaktif, bahwa permasalahan yang dialami oleh anak hiperaktif dapat terjadi di rumah dan di sekolah. Masalah di rumah yang dialami siswa yang berperilaku hiperaktif biasanya ia lebih mudah cemas dan kecil hati. Hal ini berkaitan dengan rendahnya toleransi terhadap frustasi, sehingga bila mengalami kekecewaan, ia akan mudah emosional. Selain itu siswa yang berperilaku hiperaktif cenderung keras kepala dan mudah marah bila keinginannya tidak segera dipenuhi. Hambatan tersebut akan membuat siswa hiperaktif menjadi kurang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Anak hiperaktif tersebut akan dipandang sebagai anak yang nakal dan tidak jarang mengalami penolakan baik dari keluarga maupun dari teman-temannya. Seringnya orangtua dibuat jengkel tidak jarang membuat orangtua sering memperlakukan anak kurang hangat. orangtua kemudian banyak mengontrol anak, penuh pengawasan, banyak mengkritik bahkan tidak jarang memberi hukuman. Hal tersebut akan membuat anak beraksi untuk menolak dan berontak. Baik anak maupun orangtua yang demikian akan membuat situasi rumah menjadi kurang nyaman, akibatnya anak menjadi lebih mudah frustasi. Kegagalan bersosialisasi di mana-mana akan menumbuhkan konsep diri yang negatif. Hal tersebut dapat menyebabkan anak merasa dirinya buruk, selalu gagal, tidak mampu dan ditolak.
Masalah di sekolah ditunjukkan dengan ciri yang dialami oleh anak tidak mampu mengikuti pelajaran yang disampaikan oleh guru dengan baik, konsentrasi yang mudah terganggu, rentang perhatian yang pendek membuat siswa ingin cepat selesai bila mengerjakan tugas-tugas sekolah serta kecenderungan berbicara pada situasi yang tidak tepat sehingga akan mengganggu siswa tersebut dan teman yang diajak berbicara. Hal demikian membuat guru akan menyangka bahwa siswa tersebut tidak memperhatikan.
Oleh karenanya di dalam proses kegiatan pembelajaran, sering kali terdapat hambatan. Salah satu hambatannya yaitu berasal dari siswa di antaranya siswa berperilaku kurang baik pada saat proses pembelajaran berlangsung. Perilaku siswa tersebut di antaranya adalah berlari-lari atau mondar-mandir pada saat guru menyampaikan materi pelajaran, siswa tidak dapat duduk dengan tenang, siswa berbicara pada saat yang tidak tepat di dalam kelas, keadaan siswa yang mudah marah dan berperilaku destruktif yang dapat merusak barang milik temannya dan lain sebagainya. Perilaku yang demikian merupakan hiperaktif.
Kata hiperaktif tidak selamanya berkonotasi negatif. Bisa jadi anak tersebut menyimpan potensi yang membuatnya menjadi orang besar apabila dikembangkan. Dampak negatif di antaranya yaitu prestasi belajar buruk, gizi buruk, cedera fisik, tidak punya teman, rendah diri, daya tahan tubuh menurun, kurang percaya diri dan depresi. Dampak positif yang mengambil contoh dari tokoh-tokoh pengidap ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorderss) sukses dalam kehidupannya. Pertama, Thomas Alfa Edison penemu bola lampu listrik. Edison kecil dikenal sbagai anak yang suka membuat gaduh dan mengganggu teman-temannya. Edison pernah dikeluarkan dari sekolah karena tingkah anehnya. Berkat pengajaran yang tepat dari ibu, Edison mampu mempelajari banyak hal yang sebelumnya sulit untuk dikuasai, hingga akhirnya Edison menjadi seorang ilmuwan sukses. Kedua, Michael Phelps seorang atlet renang yang meraih 22 medali Olimpiade (18 medali emas, 2 medali perak, dan 2 medali perunggu). Pada usianya yang ke 9 Phelps didiagnosis menderita ADHD. Untuk mengurangi kelebihan energinya, ia diajak untuk belajar berenang. Tidak terduga, ia dapat mempelajarinya dalam waktu singkat hingga akhirnya ia berhasil dan berprestasi.
Dari beberapa uraian di atas tentunya, dengan adanya pembelajaran yang benar dan tepat serta juga diikuti dengan kesabaran tentunya dapat mempunyai pengaruh yang besar bagi siswa dalam mempengaruhi prestasi siswa dengan katergori hiperaktif, baik dilihat dari segi positif dan negatifnya.
Referensi :
1. Azmira, V. 2015. A Gift : Anak Hiperaktif. Yogyakarta : Rapha Publishing.
2. Baihaqi, MIF. & M. Sugiarmin. 2014. Memahami dan Membantu Anak ADHD. Bandung : PT Refika Aditama.
3. Dirana, F. C. 2014. Meningkatkan Ketahanan Duduk Anak Hiperaktif melalui Media Mozaik di Kelas II SLB Hikmah Miftahul Jannah Padang. Jurnal Ilmiah Pendidikan Khusus, Vol. 3, No. 3, 2014.
4. Yuliana, Y. 2017. Teknik Guru dalam Menangani Anak Hiperaktif (Studi Kasusdi Kelas V Madrasah Ibtidaiyah Islamiyah Sukopuro Jabung Malang). Skripsi UIN Maulana Malik Ibrahim.
5. Zaviera, F. 2008. Anak Hiperaktif : Cara Cerdas Merhadapi Anak Hiperaktif dan Gangguan Konsentrasi. Yogyakarta : Katahati.
6. Wiwit Viktoria Ulfah. Perilaku Hiperaktif dan Faktor Penyebabnya (Studi Kasus pada Siswa Kelas III di SD Kraton 5 Kota Tegal). Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.