Intususepsi merupakan salah satu kegawatdaruratan bedah pada anak yang perlu mendapat perhatian serius. Kondisi ini terjadi ketika segmen usus proksimal (intussusceptum) masuk ke dalam rongga lumen usus distal (intussuscipiens), yang dapat menyebabkan obstruksi usus dan berpotensi berkembang menjadi strangulasi usus jika tidak segera ditangani.
Kondisi ini paling sering terjadi pada bayi berusia 4-9 bulan. Data menunjukkan bahwa intususepsi merupakan penyebab kegawatdaruratan bedah kedua terbanyak pada anak berusia kurang dari 1 tahun (41,9%), setelah hernia inguinal yang terjepit. Pada anak berusia lebih dari 1 tahun, intususepsi menyumbang sekitar 6,3 persen dari kasus kegawatdaruratan bedah.
Manifestasi klinis intususepsi sering ditandai dengan trias klasik, yaitu nyeri kolik pada perut (85%), muntah (80%), dan tinja berdarah yang mirip dengan selai kismis merah (red currant jelly stool). Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan massa yang teraba di perut. Kriteria diagnostik mayor meliputi tanda obstruksi usus, muntah hijau, distensi abdomen, gambaran invaginasi, dan gangguan vaskularisasi usus. Sedangkan kriteria minor meliputi usia kurang dari 1 tahun, nyeri perut hilang timbul, muntah, lesu, pucat, dan syok hipovolemik.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain foto polos abdomen yang menunjukkan tanda meniskus atau distribusi udara tidak merata, ultrasonografi yang dapat memperlihatkan "target sign", hingga CT-scan dalam kasus tertentu.
Tatalaksana intususepsi dimulai dengan resusitasi cairan intravena, dekompresi saluran cerna, dan pemberian antibiotik spektrum luas. Untuk kasus intususepsi sederhana, dapat dilakukan reduksi non-operatif menggunakan enema udara atau hidrostatik barium. Jika tindakan non-operatif gagal, diperlukan eksplorasi laparotomi untuk reduksi manual. Dalam kondisi usus sudah tidak viable, perlu dilakukan reseksi usus dengan anastomosis primer atau ileostomi. Pengenalan dini dan penanganan tepat menjadi kunci keberhasilan tatalaksana intususepsi pada anak.
Referensi :
Bissantz N, Jenke AC, Trampisch M, Klaa?en-Mielke R, Bissantz K, Trampisch HJ, et al. Hospital-based, prospective, multicenter, surveillance to determine theincidence of intussusception in children aged below 15 in Germany. BMC Gastroenterol.2011;11:26.
Caruso AM, Pane A, Scanu A, Muscas A, Garau R, Caddeo F, et al. Intussusception in children: Not only surgical treatment. J Pediatr Neonatal IndividualizedMedicine.2017;6(1):1-6.
Jiang J, Jiang B, Parashar U, Nguyen T, Bines J, Patel MM. Childhood intussusception: A literature review.2013;8(7):e68482.
Hsiao C, Tsao L, Lai C. Nationwide population-based epidemiologic study of childhood and adulthood intussusception in Taiwan. Pediatrics and Neonatology.2013;54:188-93.
John M, Siji CR. A clinical study of children with intussusception. Internat J Contemporary Pediatr. 2016;3(3):1083-8
Guo W, Hu Z, Tan Y, Sheng M, Wang J. Risk factors for recurrent intussusception in children: A retrospective cohort study. BMJ Open. 2017;7(11):e01860
Sumber gambar :
Freepik (Full shot cute kid holding toilet paper) https://www.freepik.com/free-photo/full-shot-cute-kid-holding-toilet-paper_23591427.htm#fromView=search&page=1&position=11&uuid=a69460ac-980a-4f7a-97b4-e29507c6ff88&query=Intususepsi+Anak+usus