Rabu, 21 Mei 2025 11:49 WIB

Mengenal Tes Crossmatch Sebelum Transfusi Darah

Responsive image
69
Promosi Kesehatan, Tim Kerja Hukum dan Humas - RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

Crossmatch darah adalah serangkaian uji laboratorium yang dilakukan sebelum transfusi darah. Tujuannya sederhana namun sangat vital dan penting dilakukan. Transfusi darah tanpa uji crossmatch seperti berjudi dengan nyawa. Penolakan darah bisa menyebabkan reaksi transfusi akut. Mulai dari demam, nyeri dada, penurunan tekanan darah, hingga gagal ginjal atau kematian. Maka, tidak heran prosedur ini menjadi syarat wajib sebelum darah dapat dikeluarkan dari bank darah. Secara umum, pengambilan sampel darah untuk crossmatch tergolong aman. Risiko yang mungkin timbul hanya berupa nyeri ringan, memar, atau infeksi di lokasi tusukan jarum. Hal yang jauh lebih berisiko justru bila tes ini tidak dilakukan dengan benar. Tes crossmatch merupakan salah satu prosedur pemeriksaan kecocokan darah antara pendonor dan penerima darah. Pemeriksaan ini perlu dilakukan sebelum transfusi darah untuk memastikan bahwa darah aman diberikan ke penerima dan mencegah efek samping, seperti reaksi ketidakcocokan darah atau infeksi, pada penerima. Transfusi darah biasanya diperlukan untuk menggantikan darah yang hilang, baik akibat perdarahan, anemia, atau bahkan tindakan operasi. Agar transfusi darah bisa dilakukan dengan aman, darah pendonor maupun penerima harus dipastikan cocok terlebih dahulu. Tes crossmatch merupakan satu dari serangkaian pemeriksaan untuk memastikan kecocokan darah pendonor dan penerima. Bila seseorang menerima darah yang tidak cocok dengan sistem kekebalan tubuhnya, antibodi dalam plasma darahnya justru dapat menyerang sel darah merah yang baru diterima. Hal ini bisa menimbulkan reaksi pemecahan darah (hemolisis), seperti menggigil, nyeri punggung dan pinggang, kencing berdarah, bahkan pingsan. Untuk mencegah terjadinya hal ini, tes crossmatch bisa dilakukan sebelum pasien menerima transfusi.

Jenis-jenis Crossmatch

Terdapat beberapa jenis crossmatch yang umum digunakan di laboratorium transfusi darah, antara lain :

1.      Crossmatch Langsung (Immediate Spin Crossmatch)

Ini adalah jenis crossmatch yang paling cepat dan sederhana. Sampel serum atau plasma resipien dicampur dengan suspensi sel darah merah donor. Campuran tersebut kemudian disentrifugasi segera (immediate spin). Jika tidak terjadi aglutinasi setelah sentrifugasi, crossmatch dianggap kompatibel. Crossmatch langsung efektif untuk mendeteksi antibodi ABO yang kuat, tetapi tidak sensitif terhadap antibodi lain yang lebih lemah.

2.      Crossmatch dengan Inkubasi (Incubation Crossmatch)

Jenis crossmatch ini lebih sensitif daripada crossmatch langsung. Campuran serum atau plasma resipien dan sel darah merah donor diinkubasi pada suhu 37°C selama jangka waktu tertentu (biasanya 30-60 menit). Inkubasi memungkinkan antibodi yang lebih lemah untuk berikatan dengan antigen pada sel darah merah donor. Setelah inkubasi, campuran tersebut dicuci dan ditambahkan reagen anti-IgG (Coombs reagent).

Aglutinasi yang terjadi setelah penambahan reagen Coombs menunjukkan adanya antibodi yang berikatan dengan sel darah merah donor, meskipun tidak terlihat secara langsung.

3.      Crossmatch dengan Teknik Enhanced (Enhanced Crossmatch)

Teknik enhanced crossmatch menggunakan berbagai metode untuk meningkatkan sensitivitas deteksi antibodi. Metode-metode ini dapat mencakup penggunaan enzim (seperti papain atau ficin) untuk memodifikasi permukaan sel darah merah, atau penggunaan media yang meningkatkan interaksi antibodi-antigen. Enhanced crossmatch sangat berguna untuk mendeteksi antibodi yang sangat lemah atau antibodi yang bereaksi hanya pada suhu tertentu.

4.      Crossmatch Elektronik (Electronic Crossmatch)

Crossmatch elektronik, juga dikenal sebagai “computer crossmatch,” adalah metode crossmatch yang menggunakan sistem komputer untuk membandingkan data golongan darah ABO dan Rh penerima dan donor. Jika sistem komputer memastikan bahwa tidak ada ketidakcocokan ABO dan Rh yang signifikan, dan penerima tidak memiliki riwayat antibodi yang relevan, transfusi darah dapat diberikan tanpa melakukan crossmatch laboratorium konvensional. Crossmatch elektronik hanya dapat digunakan dalam situasi tertentu dan harus dilakukan sesuai dengan pedoman dan peraturan yang berlaku.

Prosedur Pelaksanaan Tes Crossmatch

Selama prosesnya, tes crossmatch adalah pemeriksaan yang dilakukan dalam beberapa tahap, yakni :

  1. Sampel darah diambil dari bank darah atau pendonor dan penerima transfusi darah.
  2. Kedua sampel darah akan dicocokkan dengan mencampur sedikit darah pendonor dengan plasma darah penerima transfusi darah atau sebaliknya. Pencampuran ini dilakukan menggunakan alat khusus di laboratorium rumah sakit atau Palang Merah Indonesia (PMI).
  3. Setelah dicampur, sampel tersebut akan diamati untuk mendeteksi adanya reaksi tertentu, misalnya penggumpalan (aglutinasi). Reaksi inilah yang menunjukkan kecocokan antara kedua sampel darah.
  4. Jika tidak ditemukan reaksi tersebut dalam campuran sampel, artinya kedua darah cocok dan transfusi bisa dilakukan dengan aman.
  5. Bila terdapat reaksi dari pencampuran kedua sampel, artinya kedua darah tersebut tidak cocok dan tidak aman untuk disatukan melalui transfusi darah. Diperlukan darah dari pendonor lain yang cocok dengan penerima transfusi darah.

Lamanya pemeriksaan tes crossmatch adalah 30 - 60 menit. Namun, waktu ini bisa lebih lama jika terdapat banyak pasien yang membutuhkan darah di waktu yang bersamaan. Oleh karena itu, tes crossmatch idealnya dilakukan setidaknya 24 jam sebelum rencana pemberian transfusi darah.

Manfaat Crossmatch

Berikut adalah beberapa manfaat spesifik dari crossmatch :

1. Mencegah Reaksi Transfusi Hemolitik Akut

Reaksi ini terjadi ketika antibodi dalam darah penerima menyerang dan menghancurkan sel darah merah donor. Crossmatch membantu mencegah reaksi ini dengan mendeteksi ketidakcocokan antara darah donor dan penerima.

2. Mencegah Reaksi Transfusi Hemolitik Tertunda

Reaksi ini biasanya disebabkan oleh antibodi yang terbentuk setelah transfusi sebelumnya atau kehamilan. Crossmatch dapat membantu mendeteksi antibodi ini sebelum transfusi, sehingga mengurangi risiko reaksi transfusi hemolitik tertunda.

3. Mengidentifikasi Antibodi yang Tidak Terduga

Antibodi ini mungkin tidak terdeteksi oleh tes golongan darah rutin, tetapi dapat menyebabkan masalah jika penerima menerima transfusi darah yang mengandung antigen yang sesuai.

4. Memastikan Ketersediaan Darah yang Kompatibel

Dengan melakukan crossmatch sebelum transfusi, laboratorium transfusi darah dapat memastikan bahwa ada cukup darah yang kompatibel tersedia untuk penerima. Hal ini sangat penting dalam situasi darurat, ketika transfusi darah mungkin diperlukan dengan cepat.

 

Referensi :

Diah Hermayanti. 2023. Dasar-dasar Hematologi, Hemostasis, dan Transfusi Darah. Buku Ilmu Patologi Klinik, UMM Press, Malang.

Paska Ramawati Situmorang. 2023. Analisis Incompatible pada Pemeriksaan Uji Silang Serasi (Cross Matching) dengan Metode Gel Test di UTD Palang Merah Indonesia Kota Medan Tahun 2023. Jurnal Kesehatan Stikes Elisabeth Medan.

Anita OKtari, dkk. 2022. Pengaruh Waktu dan Suhu Penyimpanan Sampel Darah Terhadap Hasil Pemeriksaan Uji Silang Serasi (Cross Match). Jurnal Kesehatan Analis Stikes Bakti Asih Bandung.

And?ç, N. 2022. Practical Solutions for Problems in Blood Grouping and Crossmatching. Turkish Journal of Haematology, 39(1), pp. 55-60.

National Institutes of Health. 2023. U.S. National Library of Medicine MedlinePlus. Hemolytic Transfusion Reaction.

American Cancer Society. 2023. Blood Products Transfusion. Blood Types and Matching.