Jumat, 05 Agustus 2022 09:28 WIB

Terapi Komplementer Rhinitis Alergi

Responsive image
9024
Puspita rahma dewi ,AMK - RSUP dr. Sardjito Yogyakarta

     Terapi komplementer atau complementary and alternative medicine (CAM) merupakan salah satu terapi pendamping terapi medis3. Terapi komplementer sangat banyak jenisnya, penggunaan terapi komplementer berbeda disetiap negara1,3. Terapi komplementer dipengaruhi budaya, ras, agama, sejarah, dan prevalensi penyakit disuatu negara. Sejak tahun 1985 terapi komplementer secara umum sudah digunakan di Inggris, Prancis, Jerman, dan Amerika Serikat3. Penggunaan terapi komplementer dilaporkan mengalami peningkatan mulai tahun 1990 dan semakin menjadi trend dunia hingga kini. Banyak orang tertarik menggunakan terapi komplementer karena alasan minimal efek samping dan lebih murah2,3.

     Terapi komplementer sering digunakan pasien dengan penyakit kronik dan alergi (asma, dermatitis atopic, rhinitis alergi) dan paling banyak orang menggunakan terapi komplementer untuk mengurangi gejala yang ditimbulkan oleh rhinitis alergi3. Rinitis alergi merupakan inflamasi mukosa hidung yang diperantarai oleh IgE yang bersifat kronik1. Rhinitis alergi ditandai dengan gejala bersin-bersin, pruritus nasal, obstruksi aliran nafas, dan adanya secret bening pada hidung2. Rhinitis alergi diderita 10-30% orang dewasa dan lebih dari 40% pada anak di Amerika1. Di Indonesia prevalensi rhinitis alergi juga cukup tinggi, yakni 1,5-12,4%. Walaupun rhinitis alergi tidak menimbulkan kematian, namun dampak rhinitis alergi dapat menurunkan kualitas hidup seseorang2. Banyak penderita rhinitis alergi masih mengalami gejala meskipun telah mengkonsumsi antihistamin ataupun kortikosteroid intranasal dalam jangka waktu yang panjang, sehingga tak jarang pasien datang berobat ulang dengan keluhan yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa terapi standar yang diberikan belum memberikan efek maksimal untuk mengurangi keluhan, sehingga adanya terapi komplementer sangat diperlukan untuk mengurangi keluhan2. Dalam beberapa tahun terakhir, negara di dunia berlomba-lomba menggunakan terapi komplementer untuk pengobatan rhinitis alergi.

Dalam sebuah penelitian di Jepang ada banyak jenis terapi komplementer yang dapat digunakan, antara lain3:

1.    Phytoterapi, meliputi : Ten-cha, chameleon plant tea, guava tea, Japanese green tea, Japanese           persimmon tea, gymemma tea, herb tea, shiso, green juice, chlorella, dan aloe)

2.    Physial techniques, meliputi : akupuntur, moxibustion, qigong

3.    Terapi menelan, meliputi : Chinese medicine, makan makanan yang mengandung lactid acid                bacteria (yoghurt), cedar pollen candy, permen karet mint, dan propolis.

4.    Terapi lainnya, meliputi : nose steam therapy, aromaterapi, spa, dll.

     Di Indonesia, dalam penelitian yang dilakukan oleh Yunis Sucipto, dkk (2019) menemukan bahwa propolis atau flavonoid dapat digunakan sebagai terapi komplementer penderita rhinitis alergi. Yunis menyebutkan bahwa kandungan yang terdapat dalam propolis mampu menurunkan skor gejala hidung total (SGHT) dan kadar interleukin 33 (IL-33). Selain menggunakan propolis, penggunaan polifenol apel juga mampu menurunkan bersin dan pilek dengan pemberian 50-100 mg/hari selama 4 minggu.

Selain kedua terapi di atas, beberapa pengobatan berikut diyakini efektif digunakan sebagai terapi komplementer, yaitu2:

1.    Madu, penggunaan antihistamin bersama dengan madu dapat meringankan gejala rhinitis alergi yang dialami. Hal ini disebabkan karena madu mengandung flavonoid yang memiliki efek anti inflamasi dan anti alergi.

2.    Probiotik, merupakan mikroorganisme hidup yang diberikan kepada manusia atau melalui hewan perantara. Kandungan probiotik tersebut mampu menurunkan kadar IgE dalam darah penderita rhinitis alergi.

3.    Jahe, salah satu rempah yang sangat mudah dijumpai di Indonesia ini memiliki sifat anti inflamasi, zat aktif 6-shogaol dan 6-gingerol mampu menurunkan TNF-α.

4.    Vitamin D dan Vitamin E

5.    Acupoint Herbal Plaster, merupakan terapi farmakologi non invasive, yang diberikan dengan cara mengoleskan obat herbal tertentu kemudian menutupnya dengan plester.

     Setiap orang boleh memilih terapi komplementer sesuai dengan kebutuhan dan keterjangkauan terapi tersebut. Namun dalam memberikan terapi komplementer dianjurkan untuk berkonsultasi terlebih dahulu dengan petugas kesehatan sehingga efek terapinya sesuai yang diharapkan.

References :

1.    Bonizzoni, G. (2019). Use of Complementary Medicine Among Patients with Allergic Rhinitis: An           Italian Nationalwide Survey. BMC - Clinical and Molecular Allergy, 1-3.

2.    Hafhsah. (2021). Terapi Komplementer Rinitis Alergi. Jurnal Medika Hutama, 603-608.

3.    Yonekura, S. d. (2016). Complementary and Alternative Medicine for Allergic Rhinitis in Japan.             Japanese Society of Allergology.