Pada April 2020 silam, Indonesia dikejutkan dengan meninggalnya musisi mancanegara, Glenn Fredly. Tidak hanya Glenn Fredly, ada beberapa selebriti lain di Indonesia yang terserang meningitis dan meninggal dunia, seperti Olga Syahputra dan Barli Asmara. Lantas apa itu meningitis dan bagaimana mengenalinya secara lebih dini?
Meningitis adalah peradangan pada membran pelindung yang menyelubungi otak dan susum tulang belakang, yang biasa dikenal sebagai meningen. Setiap tahunnya di Amerika Serikat didapatkan 1-2 kasus meningitis tiap 100.000 penduduk dengan angka kematian mencapai 14,3%. Peradangan ini dapat terjadi karena virus, bakteri, jamur, parasit, maupun karena proses autoimun, kanker, dan reaksi obat. Selain itu, orang yang memiliki kekebalan tubuh yang kurang baik, usia tua, dan belum pernah divaksin memiliki risiko lebih tinggi terkena penyakit ini.
Pengenalan dini dari gejala meningitis dapat menurunkan risiko kematian karena dapat diberikannya penanganan yang tepat. Salah satu cara mengenali dini gejala meningitis adalah dengan mengetahui tanda dan gejala yang ada. Gejala yang paling sering timbul adalah demam, nyeri leher/ kaku leher, dan tidak tahan melihat cahaya. Beberapa gejala lain yang juga dapat terjadi adalah sakit kepala, pusing, gangguan kesadaran, mudah kebingungan, dan muntah. Meningitis ini juga dapat terjadi pada anak-anak dengan gejala yang sedikit berbeda, yaitu demam atau suhu tubuh dingin, penurunan nafsu makan, penurunan kesadaran, rewel terus menerus, dan kepala tegang.
Dengan adanya gejala-gejala di atas, baiknya penderita segera memeriksakan diri ke dokter terdekat. Selanjutnya, dokter akan melakukan pemeriksaan menyeluruh, termasuk pemeriksaan laboratorium, CT-Scan kepala, dan pemeriksaan cairan otak dan sumsum tulang belakang. Pemeriksaan ini akan membantu dokter mendiagnosis, mengetahui penyebab, mengetahui pengobatan yang tepat, dan mencari ada/ tidaknya komplikasi seperti peningkatan tekanan rongga cairan otak (hidrosefalus) yang membahayakan.
Karena pasien meningitis perlu perawatan dan pengawasan ketat, sebagian besar pasien diperlukan perawatan di ruang intensif Pengobatan dari meningitis diberikan sesuai dengan penyebab dari meningitis. Pada kasus meningitis karena virus, diberikan antivirus, bakteri diberikan antibiotik, jamur diberikan antijamur, dan parasit diberikan antiparasit. Selain itu, dokter juga akan memberikan oksigen dan obat-obat tambahan untuk mengurangi gejala seperti penurun panas. Pada kondisi adanya peningkatan tekanan rongga cairan otak (hidrosefalus), dokter dapat menyarankan tindakan operasi pemasangan selang dari cairan otak hingga ke perut..
Selain pengobatan, penting juga diketahui bahwa meningitis dapat dicegah. Salah satu bentuk pencegahan terhadap meningitis adalah melengkapi imunisasi, antara lain Haemophilus influenza, Streptococcus pneumonia, Neisseria meningitidis, Varicella dan Mumps, Measles, Rubella. Sebagian dari vaksinasi ini termasuk dalam program wajib pemerintah Indonesia sehingga dapat diperoleh secara gratis melalui pelayanan imunisasi Posyandu. Dengan dilakukannya vaksinasi, angka kejadian meningitis dapat menurun drastis.
DAFTAR PUSTAKA
Tunkel AR, van de Beek D, Scheld W.Acute meningitis. In: Bennett J, Dolin Rand Blaser M, eds.Principles and Practiceof Infectious Diseases, 8th edn.Philadelphia: Elsevier/Saunders; 2015;1097–137.
Brouwer MC, McIntyre P, Prasad K, vande Beek D. Corticosteroids for acutebacterial meningitis.Cochrane DatabaseSyst Rev2015: CD004405.
McGill F, Griffiths MJ, Solomon T. 2017. "Viral meningitis: current issues in diagnosis and treatment". Current Opinion in Infectious Diseases. 30 (2): 248–256.
Bartt R . 2012. "Acute bacterial and viral meningitis". Continuum. 18 (6 Infectious Disease): 1255–70.
Fomin, Dean A. Seehusen|. "Cerebrospinal Fluid Analysis". American Family Physician. 68 (6): 1103–1108. PMID 14524396. Retrieved 2017-03-04.