Terdapat hubungan yang sangat erat antara penyakit jantung dan pembuluh darah dengan disfungsi ereksi. Banyak penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa disfungsi ereksi merupakan faktor risiko independen terhadap penyakit jantung, setara dengan riwayat merokok ataupun riwayat keluarga dengna penyakit jantung koroner.
Penelitian terbaru (dipublikasikan April 2022) yang dilakukan oleh Antonio et al dengan melibatkan lebih dari 1700 pria paruh baya di 8 negara Eropa, menunjukkan bahwa pria yang mengalami ereksi di pagi hari memiliki risiko lebih rendah 22% untuk mengalami kematian karena penyakit jantung atau stroke. Penelitian yang sama juga menyatakan bahwa pria yang mengalami disfungsi ereksi memiliki risiko yang signifikan terhadap kejadian penyakit jantung atau stroke dalam 2-5 tahun mendatang.
Sebenarnya apa saja yang dapat menyebabkan disfungsi ereksi?
Untuk dapat mencapai kondisi ereksi, terdapat 3 hal yang harus berfungsi dengan baik:
Apabila terdapat suatu hal yang mengganggu salah satu atau ketiga kondisi tersebut, maka dapat mencegah terjadinya kondisi ereksi.
Beberapa penyakit yang sering menyebabkan disfungsi ereksi antara lain:
Bagaimana disfungsi ereksi dan penyakit jantung dapat dihubungkan?
Dahulu banyak dipercaya teori bahwa penumpukan plak pada arteri (aterosklerosis) menyebabkan penurunan aliran darah ke penis sehingga menghambat ereksi. Penumpukan plak yang sama terjadi pada pembuluh darah jantung, sehingga ditarik benang merah bahwa disfungsi ereksi dapat memprediksi penyakit jantung di kemudian hari.
Namun, para ahli sekarang menganut teori bahwa disfungi ereksi mendahului penyakit jantung dikarenakan kesamaan pada disfungsi endotel (lapisan terdalam pada pembuluh darah) dan otot polos pembuluh darah. Disfungsi pada endotel dapat menyebabkan aliran darah terganggu baik ke jantung maupun ke penis, dan juga mendukung terjadinya aterosklerosis.
Disfungsi ereksi tidak selalu mengindikasikan adanya masalah pada jantung. Namun demikian, penelitian yang ada menjelaskan bahwa pria yang mengalami disfungsi ereksi tanpa penyebab yang jelas (misalnya trauma), sebaiknya dilakukan penapisan untuk penyakit jantung sebelum memulai terapi disfungsi ereksi walaupun tidak mengalami gejala yang mengarah ke penyakit jantung.
Apabila Anda mengalami disfungsi ereksi bersamaan dengan penyakit jantung, konsultasikan kepada dokter Anda mengenai pilihan terapi yang terbaik untuk Anda. Berhati-hatilah dalam mengonsumsi obat-obatan untuk disfungsi ereksi yang diperoleh secara mandiri ataupun tidak sesuai anjuran dokter, karena dapat membahayakan diri Anda terutama bila Anda sedang mengonsumsi obat jantung golongan nitrat di waktu yang bersamaan.
Referensi:
Antonio L, Wu FCW, Moors H, et al. Erectile dysfunction predicts mortality in middle-aged and older men independent of their sex steroid status. Age and Aging. 2022;51:1-9.
Thomson IM, Tangen CM, Goodman PJ, et al. Erectile Dysfunction and Subsequent Cardiovascular Disease. JAMA. 2005;294(23):2996-3002.
Böhm M, Baumhäkel M, Teo K, et al. Erectile Dysfunction Predicts Cardiovascular Events in High-Risk Patients Receiving Telmisartan, Ramipril, or Both. Circulation. 2010;121:1439-46.
Raheem OA, et al. The association of erectile dysfunction and cardiovascular disease: A systematic critical review. American Journal of Men's Health. 2017;11(3):552-63.
Zhao B, et al. Erectile dysfunction predicts cardiovascular events as an independent risk factor: A systematic review and meta-analysis. The Journal of Sexual Medicine. 2019;16(7):1005-17.
Burnett AL, et al. Erectile dysfunction. AUA guideline. The Journal of Urology. 2018; 200(3), 633–41.
Miner M, et al. Erectile dysfunction and subclinical cardiovascular disease. Sexual Medicine Reviews. 2019;7(3):455-63.
Fang SC, et al. Changes in erectile dysfunction over time in relation to Framingham cardiovascular risk in the Boston area community health (BACH) survey. Journal of Sexual Medicine. 2015; 118(3):629-40.
Orimoloye OA, et al. Erectile dysfunction links to cardiovascular disease — Defining the clinical value. Trends in Cardiovascular Medicine. 2019; 29(8):458-465.
Sumber gambar: canva.com