Masa remaja seringkali dikatakan sebagi masa yang sulit karena tuntutan penyelesaian terhadap banyak perubahan yang terjadi pada diri seorang remaja.remaja harus mempelajari pola perilaku dan sikap baru untuk menggantikan perilaku dan sikap yang sudah ditinggalkan. Berdasarkan tahapan psikososial yang dikemukakan Erikson, remaja berada pada tahapan identity vs identity confusion¸pada tahapan ini seorang remaja berusaha untuk menemukan jati diri, seperti apakah dirinya sebenarnya, apa saja yang ada dalam dirinya, dan arah dalam menghadapi kehidupan. Sikap coba-coba seringkali dilakukan remaja dalam mencari identitas sebenarnya.
Kesehatan mental merupakan suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik (biologic), intelektual (rasio/cognitive), emosional (affective) dan spiritual (religion) yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain.
Agama memiliki peran penting dalam membina moral seseorang, karena nilai moral yang datang dari agama bersifat tetap dan universal. Apabila seseorang dihadapkan dengan suatu dilema, maka dirinya akan menggunakan pertimbangan-pertimbangan berdasarkan nilai moral yang berasal dari agama. Dimanapun orang itu berada dan pada posisi apapun, seseorang akan memegang prinsip moral yang telah tertanam didalam hati nuraninya serta agama berperan dalam mental yang sakit. Dalam perspektif Islam kesehatan jiwa merupakan proses memulihkan kondisi jiwa seseorang yang mengalami gangguan agar menjadi pulih kembali secara optimal, sehingga dirinya menjadi sehat dalam segi mentalnya. Kesehatan jiwa dijelaskan secara konseptual diantaranya adalah:
1. Al-Qur’an adalah sebagai mau’izah dan syifa’ bagi jiwa manusia yaitu obat bagi semua penyakit.
2. Agama Islam telah memberikan tugas dan bekal hidup bagi manusia di dunia dan akhirat.
3. Agama Islam menganjurkan agar setiap individu dapat bersabar dan melakukan ibadah Shalat ketika dalam menghadapi ujian dan cobaan.
4. Setiap manusia agar senantiasa berzikir kepada Allah agar hati menjadi tenang.
5. Memberikan pedoman dalam hal duniawi yang terdapat dalam ajaran agama Islam
6. Allah memandang manusia dari segi hati dan pikirannya bukan dari segi fisik manusia.
7. Melalui ajaran Islam, manusia dapat membina dan menumbuhkan pribadinya.
8. Tuntunan pada akal diajarkan agama Islam bagi setiap manusia.
9. Tuntunan pada hubungan baik pada sesama manusia dan lingkungan sekitar diajarkan agama Islam.
10. Islam memandang bahwa rohani lebih penting dari pada jasmani.
Berikut manfaat unsur religiusitas, zikir sebagai terapi:
1. Zikir dapat mengembalikan kesadaran seseorang yang hilang, sebab aktivitas zikir mendorong seseorang untuk mengingat, menyebutkan kembali hal-hal yang tersembunyi dalam hatinya
2. Zikir mampu mengingatkan seseorang bahwa yang membuat dan menyembuhkan penyakit hanyalah Allah SWT, sehingga zikir memberikan sugesti kesembuhan
3. Melakukan zikir sama dengan terapi rileksasi, yaitu suatu terapi dengan menekankan upaya mengantar pasien bagaimana caranya harus beristirahat dan bersantai
Perilaku religius dibuktikan dalam penelitian Surayya Hayatussofiyyah tahun 2017, dapat menurunkan depresi. Terapi tersebut juga dapat meningkatkan sisi religiusitas dari para subjek karena lebih banyak bersyukur, ibadah dan berdoa akan mendapatkan ketenangan batin saat menghadapi masalah. Dengan demikian, alangkah baiknya jika anak telah mendapatkan bimbingan agama sejak kecil dan telah terisi jiwa dengan benih-benih agama. Sebab seorang anak yang telah mendapatkan pembinaan agama, jiwanya akan menjadi kuat, teguh dalam berpendirian dan mantap dalam keyakinannya kepada Tuhan.
Referensi:
Hamidah, R. N., & Rosidah, N. S. (2021). Konsep Kesehatan Mental Remaja dalam Perspektif Islam. Prophetic Guidance and Counseling Journal, 2(1), 26-33.
Huraniyah, F. (2019). Peran Agama Dalam Membina Mental Remaja. Al-Tatwir, 4(1).
Winurini, S. (2019). Hubungan Religiositas dan Kesehatan Mental pada Remaja Pesantren di Tabanan. Aspirasi: Jurnal Masalah-Masalah Sosial, 10(2), 139-153.
Yasipin, Y., Rianti, S. A., & Hidaya, N. (2020). Peran agama dalam membentuk kesehatan mental remaja. Manthiq, 5(1), 25-31