Rabu, 31 Januari 2024 10:46 WIB

Bagaimana Mendiagnosis Sindrom Piriformis?

Responsive image
2299
Promosi Kesehatan, Tim Kerja Hukum dan Humas RSST - RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

Sindrom piriformis adalah sindrom neuritis perifer saraf skiatika yang disebabkan oleh kondisi abnormal otot piriformis seperti hipertrofi, inflamasi, ataupun variasi anatomik sehingga menghasilkan iritasi dan penjepitan pada saraf skiatika. Otot piriformis yang terletak di bawah otot gluteus maksimus mengalami spasme sehingga menekan saraf skiatika yang berada didekatnya dan mengakibatkan nyeri dan rasa baal di sepanjang tungkai bawah bagian belakang sampai ke kaki. Pemakaian otot yang dilakukan terus-menerus dapat menyebabkan otot bekerja hiperaktif yang akhirnya menimbulkan nyeri serta spasme di daerah pinggang bawah sampai bokong. Selain itu, spasme otot dapat menyebabkan tekanan pada saraf sehingga menimbulkan pembengkakan, peradangan, dan gejala iritasi saraf. Nyeri yang mendasari SP meliputi komponen nyeri somatik, neuropatik, atau keduanya. Nyeri somatik disebabkan oleh nyeri miofasial dari otot piriformis, sedangkan nyeri neuropatik berasal dari saraf skiatik yang terjepit akibat inflamasi dan hipertrofi otot piriformis. Jika proses ini berlangsung terus-menerus, maka akan terjadi peningkatan sensitisasi sentral dan aktivasi dari jalur nyeri neuropatik.

Gejala Sindrom Piriformis

1.    Kaku  atau  nyeri  di  bagian  pinggul  atau pantat.

2.    Nyeri  menjalar  dari  bokong  ke  bagian hamstring atau betis.

3.    Kesemutan ekstremitas bawah.

4.    Nyeri dan kaku saat adanya tekanan pada muskulus piriformis, seperti saat duduk.

5.    Nyeri pinggang

6.    Nyeri ketika duduk lebih dari 15 menit.

7.    Nyeri ketika berjalan.

Tipe Sindrom Piriformis

1.    Sindrom piriformis primer melibatkan faktor anatomis, seperti  robeknya  muskulus  piriformis,  cedera nervus  iskiadikus,  atau  kelainan  lajur  nervus iskiadikus.  

2.    Piriformis sekunder melibatkan faktor presipitasi seperti makro-trauma, mikro-trauma, dan efek  iskemik.

Bagaimana Mendiagnosis Sindrom Piriformis

Cara untuk mendiagnosis sindrom piriformis adalah dengan diagnostik blok injeksi pada otot piriformis, tetapi karena prosedur suntikan tersebut memerlukan keterampilan dan kompetensi penggunaan USG maupun fluoroskopi maka prosedur tersebut jarang dilakukan terutama pada rumah sakit yang tidak memiliki fasilitas USG maupun fluoroskopi. Karena tidak adanya suatu pemeriksaan penunjang radiologi yang dapat dengan tegas mendiagnosissindrom piriformis, seringkali klinisi menggunakan tes provokatif yang digunakan untuk mendukung suatu diagnosis sindrom piriformis. Selain pemeriksaan klinis tes provokatif, pemeriksaan penunjang Electromyography (EMG) dapat mendukung diagnostik sindrom piriformis. Oleh karena belum banyak data penelitian yang mendukung tes provokasi dan EMG tersebut, penulis tertarik meneliti mengenai senstivitas dan spesifitas tes provokatif dan latensi H refleks pada pemeriksaan EMG untuk mendeteksi sindrom piriformis.

Fisioterapi pada Nyeri Akibat Sindrom Piriformis

1.    Microwave  Diathermy  (MWD)

Microwave Diathermy (MWD) menimbulkan efek panas yang dapat menyebabkan temperatur meningkat dan aliran darah kapiler akan meningkat sehingga sisa-sisa metabolisme yang menumpuk pada jaringan dapat terbuang, kelancaran sirkulasi darah maka otot akan rileks sehingga spasme otot dan nyeri dapat berkurang.

2.    TENS

TENS merupakan rangsangan dari aferen berdiameter besar akan menginhibisi respon serat nosisepti ve pada dorsal horn, yang   melibatkan inhibisi segmental melalui neuron yang ada pada   subtansia gelatinosa yang terdapat dalam kornudorsalis medul aspinalis sehingga akan memblokir rasa nyeri dan terjadi penurunan rasa nyeri.

3.    Massage  (Friction)

Pemberian friction dapat mengembalikan aktivitas jaringan otot melalui penurunan rasa nyeri pada titik nyeri otot sehingga fungsi metabolisme dan aliran darah yang tidak lancer dapat kembali. Massage friction dapat membantu mengurangi peradangan, melepaskan jaringan parut serta dapat mengurangi spasme otot.

4.    Stretching

Pemberian stretching dapat meningkatkan fleksibilitas pada   otot melalui peregangan sehingga akan menurunkan spasme dan mengurangi tekanan pada  saraf.

 

Referensi:

Mahendrakrisna, D. 2019. Diagnosis Sindrom Piriformis. Cermin Dunia Kedokteran, 46(7), 62-64.

Siahaan, Y., Gunawan, V., Suryawijaya, E., & Tiffani, P. 2019. Sensitivitas dan Spesifitas Tes Provokatif dan Pengukuran Latensi H Refleks pada Sindrom Piriformis. Medicinus, 7(1), 7-12.

Kumara, L. F., Ahmad, H., Sudaryanto, S., Saadiyah, S., & Erawan, T. 2023. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Nyeri Akibat Sindrom Piriformis di RSUD Dr. La Palaloi : Physiotherapy Management of Resulting Pain Piriformis Syndrome in RSUD dr. La palaloi. Media Fisioterapi Politeknik Kesehatan Makassar, 15(1), 16-19.

Siahaan, Y. M. T. 2020. Penggunaan Toksin Botulinum-A dengan Panduan Ultrasonografi Sebagai Terapi Sindrom Piriformis Rekuren : Serial Kasus. Majalah Kedokteran Neurosains Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 37(4).