Dalam kehidupan sehari-hari seseorang pasti pernah merasa cemas, rasa berdebar-debar sebelum ujian, atau sakit perut saat menunggu hasil kelulusan. Kecemasan atau anxiety adalah salah satu gangguan kesehatan mental yang paling banyak ditemui. Kecemasan dapat muncul sebagai suatu respons fisiologis untuk mengantisipasi suatu permasalahan yang mungkin akan datang atau muncul sebagai gangguan jika timbul berlebihan. Stres yang berkepanjangan dapat menyebabkan penyakit fisik, sedangkan untuk stres akut dapat menyebabkan gangguan kecemasan. Gangguan kecemasan merupakan suatu hal yang wajar yang dapat dialami oleh siapapun, namun dapat menjadi masalah yang serius jika terjadi secara terus menerus. Kecemasan dapat diartikan sebagai perasaan takut seseorang akan hal yang akan datang serta kurang menyenangkan, kecemasan disebabkan oleh terlalu banyak hal yang dipikirkan dan kurang dipahami yang ditandai dengan gejala fisiologis.
Kriteria Seseorang yang Mengalami Gangguan Kecemasan
Seseorang yang memiliki gangguan kecemasan akan merasakan hal berikut :
1. Kecemasan dan kegelisahan berlebih selama beberapa hari dalam kurun waktu enam bulan terakhir.
2. Kesusahan dalam mengontrol perasaan cemas dan gelisah.
3. Perasaan cemas dan gelisah ini muncul dengan minimal tiga gejala lain, seperti merasa tertekan, tubuh mudah lelah, sulit berkonsentrasi, mudah marah, kegegangan otot, dan gangguan tidur.
4. Perasaan cemas, gelisah, dan symptom fisik lainnya menyababkan adanya gangguan dalam menjalani fungsi sosial dan okupasional dalam kehidupan sehari-hari.
5. Bukan disebabkan oleh medis
6. Gangguan ini tidak dapat dijelaskan oleh kondisi gangguan mentallainnya.
Gejala Gangguan Kecemasan
Gejala kecemasan yang menetap dan berlangsung berulang-ulang dalam jangka waktu yang lama sangat mengganggu ketentraman hidup seseorang. Kecemasan dapat menyerang pada kondisi apapun dan tidak memandang usia baik pada remaja maupun pada lansia. Pada individu yang mengalami stres dan gangguan kecemasan yang berkepanjangan akan timbul gejala fisikdan psikologis seperti sakit kepala, sakit lambung, jantung berdebar, gangguan tidur, mudah lelah, gelisah, kurang konsentrasi, mudah marah dan bersikap agresif. Meski tidak nampak secara fisik, penyakit gangguan mental dapat menimbulkan komplikasi sistemik dan berujung pada kematian. Sedangkan jika dilihat dari gejala behavioral dari seseorang yang sedang dalam kecemasan yaitu akan berperilaku menghindar, terguncang, melekat dan dependen. Selain itu juga gejala kognitif dari kecemasan adalah kekhawatiran terhadap sesuatu, perasaan, misalnya terganggu akan ketakutan terhadap sesuatu hal yang terjadi di masa depan, keyakinan terhadap sesuatu hal yang menakutkan akan segera terjadi, ketakutan terhadap ketidakmampuan untuk mengatasi masalah.
Penyebab Gangguan Kecemasan
Kecemasan disebabkan oleh pengalaman dahulu yang tidak menyenangkan danpikiran-pikiran tidak rasional. Namun menurut Iskandar penyebab utama kecemasan dapat dibagi menjadi dua hal yaitu internal dan eksternal. Penyebab internal dapat berupa kepribdian, kenginan dan keyakinan irasioan individu. Sedangkan faktor eksternal individu mengalami kecemasan adalah lingkungan sekitar subjek. Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa kognitif lebih berpengaruh terhadap kecemasan individu, karena hal ini dapat berupa keyakinan dan pikiran-pikiran yang tidak rasional..
Penanganan
Upaya untuk menurunkan kecemasan yang sebelumnya perna dilakukan adalah dengan menggunakan Cognitive Behavior Therapy (CBT). CBT memang sudah seperti ‘standar’ bagi para penderita gangguan kecemasan di usia dewasa, tetapi pengaruh CBT untuk menurunkan kecemasan pada anak-anak masih dipertanyakan. CBT sebenarnya tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada penurunan penderita kecemasan yang dialami oleh individu. Perbandingan efektivitas CBT dan Acceptance and Commitment Therapy (ACT) terhadap penderita gangguan kecemasan, dan ACT di nilai lebih efektif daripada CBT. ACT sendiri adalah sebuah terapi yang berfokus untuk menyasar pada fleksibilitas psikologis seseorang dan terfokus pada konteks verbal dan sosial. ACT memiliki enam elemen dalam tahap intervensi, yakni penerimaan, pemikiran untuk berubah, menyadari untuk hidup di masa sekarang, memperhatikan diri sendiri, menetapkan nilai, dan memutuskan tujuan ke depan. ACT akan mengajak seseorang untuk menyadari dan menerima keadaan saat ini dengan kesadaran penuh dan mengajak seseorang untuk mengubah beberapa perilaku demi terwujudnya keadaan yang tepat sesuai dengan nilai pribadi yang diinginkan. Proses intervensi ACT akan lebih banyak diwarnai dengan kegiatan yang mengajak para penderita untuk dapat menerima keadaan penderita terlebih dahulu sebelum melakukan beberapa perubahan terkait perilaku dan pikiran.
Referensi:
Sundara, A. K., Larasati, B., Meli, D. S., Wibowo, D. M., Utami, F. N., Maulina, S.,& Gunarti, N. S. 2022. Aromaterapi Sebagai Terapi Stres dan Gangguan Kecemasan. Jurnal Buana Farma, 2(2), 78-84.
Sugiantoro, B. 2018. Teknik Desensitisasi Sistematis (Systematic Desensitization) dalam Mereduksi Gangguan Kecemasan Sosial (Social Anxiety Disorder) yang Dialami Konseli. Nusantara of Research : Jurnal Hasil-hasil Penelitian Universitas Nusantara PGRI Kediri, 5(2), 72-82.
Prajogo, S. L., & Yudiarso, A. 2021. Metaanalisis Efektivitas Acceptance and Commitment Therapy Untuk Menangani Gangguan Kecemasan Umum. Psikologika: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi, 26(1), 85-100.
Oktamarin, L., Kurniati, F., Sholekhah, M., Nurjanah, S., Oktaria, S. W., & Apriyani, T. 2022. Gangguan Kecemasan (Axiety Disorder) pada Anak Usia Dini. Jurnal Multidisipliner Bharasumba, 1(02 April), 116-122.
Asrori, A., & Hasanat, N. U. 2015. Terapi Kognitif Perilaku untuk Mengatasi Gangguan Kecemasan Sosial. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 3(1), 89-107.