Selasa, 30 April 2024 12:02 WIB

Pentingnya Mobilisasi Dini pada Pasien Post Operasi

Responsive image
1875
Afriana Crusita Sari, S.Kep., Ns - RSUP dr. Sardjito Yogyakarta

Kemajuan teknologi dalam bidang kesehatan mempengaruhi dalam proses pemeriksaan penunjang, penegakan diagnosis dan pengobatan salah satunya yaitu tindakan operasi/pembedahan. Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani.

Tindakan pembedahan berpotensi mengalami komplikasi setelah tindakan yang mempengaruhi morbiditas dan meningkatan mortalitas jika tidak dilakukan perawatan post operative yang baik dan benar. Komplikasi yang ringan pada pasca pembedahan dapat berupa mual, muntah, nyeri dan nyeri kepala. Komplikasi post operasi dapat juga mengganggu psikologi pasien berupa gangguan tidur, mimpi buruk, hingga bisa membuat menangis. Komplikasi yang berat dapat mempengaruhi system sirkulasi tubuh berupa hipovolemi, hipotensi, hipertensi, gagal jantung hingga henti jantung.

Early Recovery After Surgery atau ERAS Guideline adalah satu acuan yang diperuntukan untuk tim medis yang terdiri dari dokter bedah, anestesi, perawat dan tenaga medis lainnya untuk meminimalisir komplikasi post operasi. Mobilisasi dini adalah prinsip utama dalam ERAS yang didukung dengan pelepasan kateter urine secara dini post operasi dan penggunaan anestesi yang optimal. Mobilisasi dini dapat dilakukan segera pasca pembedahan atau dalam 24 jam pasca operasi.

Dalam panduan ERAS aktivitas mobilisasi dini dibagi dalam 4 tahap yang dapat dilakukan dalam 4 hari setelah pasca operasi. Setiap tahap dilakukan dengan pengawasan tim medis ataupun dengan pengawasan keluarga yang sudah dilatih ataupun diberikan panduan untuk melakukan mobilisasi dini. Tahap pertama pada mobilisasi dini dimulai pada 6-24 jam pertama pasca operasi dengan melakukan ROM (Range Of Motion) pasif. ROM pasif berupa pergerakan sendi tangan dan kaki serta mengelevasi atau menaikkan posisi kepala tempat tidur pada kisaran 15 o -90o diikuti dengan teknik relaksasi nafas dalam dan batuk efektif. Tahap kedua dilakukan pada 24 jam kedua (25-48 jam) pasca operasi. Pasien disarankan untuk mulai duduk ditempat tidur tanpa bersandar  tingkat nyeri yang masih dirasakan. Bila nyeri dirasa dapat ditoleransi, maka selanjutnya pasien dapat duduk ditepi tempat tidur sebagai aktivitas lanjutan pada tahap kedua. Tahap ketiga dapat dilakukan pada 24 jam ketiga (49-72 jam) pasca operasi. Pada tahap ini pasien diharapkan sudah dilakukan pelepasan kateter urine karena pasien akan mulai berlatih berdiri disamping tempat tidur dan berjalan di sekeliling tempat tidur. Tahapan terakhir dilakukan pada 4x24 jam pasca operasi (73-96 jam) yang mana pasien diharapkan sudah dapat berjalan

Setiap tahapan direkomendasikan untuk selalu dimonitoring tanda tanda vital sebelum dan sesudah latihan mobilisasi. Monitoring dapat berupa tekanan darah, saturasi, laju respirasi dan laju denyut jantung serta level atau tingkatan nyeri. Selain nyeri, kurangnya edukasi dan kesadaran pasien akan pentingnya mobilisasi dini pasca operasi juga dapat menjadi hambatan keinginan ataupun kepatuhan pasien dalam melakukannya. Selain itu budaya juga dapat menjadi salah satu hambatan dalam inisiasi mobilisasi dini. Hal tersebut sering kita dengar bahwa jika sedang dirawat dirumah sakit hendaknya hanya berbaring dan  mobilisasi dapat menyebabkan luka jahitan operasi menjadi kurang baik atau akan terbuka jika banyak melakukan gerak selama pasca operasi.

Mengingat pentingnya mobilisasi dini pada pasien pasca operasi dan banyaknya manfaat mobilisasi dini, kedepannya diharapkan dapat diciptakan suatu teknologi berbasis aplikasi yang berisi tentang panduan ERAS khususnya pada mobilisasi dini. Aplikasi tersebut dapat berisi tentang video edukasi pentingnya mobilisasi, roleplay animasi aktivitas pada tiap tahap dari mobilisasi dini sesuai dengan panduan ERAS serta juga dapat disertakan catatan tentang tanda tanda vital pasien sebelum dan sesudah melakukan aktivitas mobilisasi. Aplikasi dapat dibuat dengan model videogames sehingga pasien lebih tertantang untuk menyelesaikan tiap tiap tahapannya.

 

Referensi :

(Potter & Perry, 2010).

(Sjamsuhidajat R, 2011)

(1. Kehlet H, Dahl JB. Anaesthesia, surgery, and challenges in postoperative recovery. Lancet. 2003).

(Myles PS, Hunt JO, Moloney JT. Postoperative ‘minor’ complications. Comparison between men and women. Anaesthesia. 1997;52:300–6).

Harris M, Chung F. Complications of General Anesthesia. 2003. [Last accessed on 2016 Oct 13] 

(Ljungqvist O, Scott M, Fearon KC. Enhanced recovery after surgery: a review.JAMA Surg.152, 292–298 (2017)

Brower RG. Consequences of bed rest.Crit. Care Med.37, S422–S428 (2009).

Alazawi W, Pirmadjid N, Lahiri R, Bhattacharya S. Inflammatory and immune responses to surgery and their clinical impact.Ann. Surg.264, 73–80 (2016)

Riyadh Firdhaus, Affan Priyambodo Permana, Astrid Indrafebrina, Sandy. Penerapan ERAS pada pasien Bedah Syaraf.