Selasa, 28 Mei 2024 08:42 WIB

Obstructive Sleep Apnea: Waspadai Mendengkur yang Berbahaya

Responsive image
270
Riana Mauliandari, S.Kep., Ners - RSUP dr. Sardjito Yogyakarta

Anda yang mempunyai pasangan dengan kebiasaan mendengkur dengan keras setiap malam? Jangan buru-buru menyuruhnya tidur di luar. Ajaklah pasangan anda memeriksakan kondisinya ke dokter, bisa jadi itu adalah tanda obstructive sleep apnea atau gangguan pernapasan saat tidur. Obstructive Sleep Apnea (OSA) adalah gangguan bernapas pada saat tidur yang ditandai dengan mendengkur keras diikuti dengan berhentinya jalan napas (apnea) selama 10 detik, dan menyebabkan penurunan kadar oksigen di tubuh sebanyak 4-5. OSA terjadi karena otot - otot tenggorokan yang rileks dan mengendur saat tidur tidak mampu menopang jaringan lunak seperti lidah dan amandel tetap pada tempatnya sehingga menyumbat saluran pernapasan menyebabkan udara tidak dapat masuk. Kondisi inilah yang menjadi penyebab tiba-tiba tidak bisa bernafas saat tidur.

Henti nafas tidak berlangsung lama, setelah sekitar 10 detik napas berhenti, otak akan sadar dan memerintahkan tubuh untuk bangun tapi tidak sampai terjaga, hanya agar otot kembali mengangkat jaringan lunak dan tidak menyumbat saluran napas lagi. Napas menjadi lancar dan tubuh mulai memasuki fase tidur kembali. Akan tetapi, otot-otot mulai mengendur kembali dan obstructive sleep anea kembali terjadi. Siklus obstructive sleep apnea akan terus berulang berkali-kali sepanjang malam. Hal ini menyebabkan tubuh tidak mendapatkan istirahat yang berkualitas, kekurangan oksigen dan kelelahan, membuat kerja organ-organ tubuh semakin berat, menghambat tubuh mencapai level deep sleep, serta mengacaukan proses produksi hormon-hormon penting yang diperlukan.

Beberapa keluhan yang umum dirasakan penderita obstructive sleep anea adalah rasa  mengantuk  yang  berlebihan  disiang  hari,  peningkatan  tekanan  darah dan mengalami rasa tercekik di  malam hari  (nocturnal  choking).  Adapun tanda gejala obstructive sleep apnea  antara lain:

  • Dengkuran keras.
  • Terengah-engah dalam tidur.
  • Seperti tercekik waktu tidur atau terbatuk batuk di saat tidur setelah dengkuran keras dan henti nafas.
  • Terbangun dari tidur dengan mulut kering atau sakit tenggorokan.
  • Nyeri kepala saat bangun tidur.
  • Sulit mempertahankan tidur.
  • Mengantuk saat siang hari.
  • Sulit konsentrasi.

Obstructive sleep apnea  dapat terjadi pada siapa saja, bahkan pada anak-anak. Penyebab tersering adalah pembesaran tonsil dan adenoid. Seseorang akan lebih berisiko terserang obstructive sleep apnea  jika memiliki beberapa faktor risiko : berjenis kelamin laki-laki, berusia 40 tahun ke atas, memiliki amandel dan lidah yang besar atau rahang yang kecil, terdapat hambatan di hidung akibat tulang hidung yang bengkok, memiliki penyakit alergi atau gangguan sinus, mengonsumsi/kecanduan minuman beralkohol, mengonsumsi obat tidur, dan merokok

Bahaya dari obstructive sleep apnea sering dikaitkan dengan penyakit jantung dan masalah metabolisme seperti diabetes. Berikut ini masalah kesehatan yang mungkin terjadi jika seseorang mengidap obstructive sleep apnea antara lain:

Stroke

Sleep apnea dapat menyebabkan penurunan aliran darah ke otak, sehingga meningkatkan risiko terjadinya stroke iskemik karena penyumbatan arteri otak atau stroke hemoragik karena pendarahan di otak.

Hipertensi

Periode henti nafas menyebabkan tubuh merespons dengan melepaskan hormon stres, seperti kortisol dan adrenalin, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara signifikan.

Diabetes

Penurunan kadar oksigen dalam darah dan stres yang disebabkan oleh apnea dapat mengganggu regulasi gula darah dan metabolisme tubuh.

Penambahan Berat Badan

Sleep apnea dapat membuat tubuh melepaskan lebih banyak hormon ghrelin, yang membuat ingin mengonsumsi makanan tinggi karbohidrat dan manis. Sleep apnea juga bisa membuat pengidapnya selalu merasa lelah di siang hari, dan malas gerak. Akibatnya, tubuh jadi tidak bisa mengubah makanan yang dikonsumsi menjadi energi secara efisien, dan berat badan pun meningkat.

Kesulitan Kognitif

Gangguan tidur yang terjadi secara berulang dapat mengganggu siklus tidur yang normal, terutama fase tidur REM (Rapid Eye Movement) yang penting untuk konsolidasi memori dan pemrosesan informasi. Akibatnya, yang menderita sleep apnea sering mengalami kesulitan berkonsentrasi, penurunan daya ingat, dan kebingungan. Kemampuan mereka untuk memecahkan masalah, membuat keputusan, dan menjalankan tugas sehari-hari juga dapat terpengaruh.

Pengobatan obstructive sleep apnea tergantung pada kondisi pasien dan tingkat keparahan yang dialaminya. Obstructive sleep apnea ringan dapat ditangani secara mandiri, misalnya dengan menurunkan berat badan, berhenti merokok, berhenti mengonsumsi minuman beralkohol, dan mengubah posisi tidur menjadi menyamping atau tengkurap. Jika kondisinya sudah cukup parah, obstructive sleep apnea perlu mendapatkan penanganan terapi alat medis, antara lain dengan CPAP (Continuous Positive Airway Pressure), BPAP (Bilevel Positive Airway Pressure), MAD (Mandibular Advancement Device). Jika perubahan gaya hidup dan terapi alat di atas masih medis tidak berhasil memperbaiki gejala obstructive sleep apnea  dalam tiga bulan, langkah selanjutnya yang dapat dipertimbangkan adalah operasi, seperti uvulopalatopharyngoplasty, ablasi radiofrekuensi, operasi reposisi rahang, implan alat stimulasi saraf, dan trakeostomi.

 

Referensi :

Azzahra, Sharlene Sabrina. (2019). Obstructive sleep apnea (OSA) as a Risk Factorof Hypertension, JIKSH Vol 10 No 2

Gottlieb DJ, Punjabi NM. (2020). Diagnosis and management of obstructive sleep apnea: a review. Jama. 323(14):1389-400.

Goodchild, T., & Lefer, D. (2020). Obstructive Obstructive sleep apnea – The Not-so-Silent Killer. Circulation Research, 126(2), pp. 229–31.

Purwowiyoto, Sidhi Laksono. (2018). Obstructive Sleep Apnea dan Gagal Jantung, Jurnal Kedokteran YARSI 25(3):172

Suryawati, Herlina. (2018). Positive Airway Pressure sebagai Terapi Definitif Obstructive Sleep Apnea, CDK-264/ vol. 45 no. 5

Yeghiazarians, Y., et al. (2021). Obstructive sleep apnea and Cardiovascular Disease: A Scientific Statement from the American Heart Association. Circulation, 144(3), pp. e5