Rabu, 20 November 2024 11:48 WIB

Konseling Apoteker pada Pasien yang Mendapat Terapi Anticemas

Responsive image
81
apt. Nur Aini Fatmawati, S.Farm - RS Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang

Benzodiazepin merupakan golongan obat yang digunakan untuk pengobatan epilepsi, kontraksi otot, dan tindakan sebelum operasi. Obat ini juga digunakan untuk hipnotik (menekan sistem saraf pusat menimbulkan sedasi) dan anticemas. Dalam pengobatan pasien gangguan jiwa, benzodiazepin digunakan untuk mengatasi cemas, agitasi, dan rasa tertekan. Indikasi obat ini diberikan pada generalised anxiety disorder baik terapi tunggal maupun kombinasi dengan antidepresan. Obat ini direkomendasikan untuk jangka waktu pendek tidak lebih dari satu bulan karena potensi ketergantungan. Peran apoteker pada pasien yang menggunakan terapi anticemas sangat diperlukan untuk mendukung efektivitas terapi dan mencegah efek samping. Melalui konseling, informasi tentang pengobatan meliputi efek samping, lama penggunaan obat, cara penyimpanan, dan interaksi obat yang diberikan apoteker dapat membantu pasien dalam pengobatan.

Benzodiazepin diminum sesuai aturan pakai yang diberikan dokter. Obat diminum setelah makan dengan waktu yang konsisten. Jika lupa minum obat, maka segera minum obat tersebut ketika waktu kurang dari 24 jam. Ketika waktu minum obat sudah lebih dari 24 jam, pasien tidak perlu minum dosis obat yang terlupa dan melanjutkan dosis selanjutnya. Hal yang diperhatikan yaitu jangan sampai membagi obat tersebut dengan orang lain untuk mencegah obat tersebut disalahgunakan. Obat ini perlu disimpan pada suhu ruangan dalam wadah terlindung cahaya dan lembab agar tetap stabil. Benzodiazepin rentan untuk disalahgunakan karena efek hipnotik dan anticemas. Oleh sebab itu, obat ini perlu disimpan pada tempat yang aman dari jangkauan anak-anak dan orang asing.

Potensi efek samping yang terjadi meliputi pusing, bingung, gangguan kognitif, gangguan gerakan motorik, gangguan penglihatan, dan gangguan saluran pencernaan. Efek samping tersebut perlu disampaikan kepada pasien karena menimbulkan rasa tidak nyaman. Benzodiazepin menyebabkan resiko jatuh sehingga pasien yang rentan jatuh perlu mendapat informasi agar waspada terhadap efek tersebut. Selain itu, efek samping kantuk dapat terjadi sehingga pasien yang bekerja dengan konsentrasi penuh seperti mengoperasikan mesin dan kendaraan perlu diinformasikan untuk menghindari pekerjaan tersebut selama mengkonsumsi benzodiazepin. Efek serius yang perlu diinformasikan kepada pasien yaitu reaksi alergi ditandai kesulitan bernafas, pembengkakan pada mulut, hidung, dan tenggorokan. Benzodiazepin menyebabkan depresi pernafasan yaitu obat dapat memperlambat hingga menghentikan nafas. Keluarga juga perlu mendapat informasi efek tersebut sehingga ketika terjadi alergi dan depresi pernafasan segera membawa pasien berobat.

Interaksi obat antara benzodiazepin dengan erithromicin, ketokonazol, dan antidepresan akan menghambat metabolisme benzodizepin melalui hambatan enzim pemetabolisme di CYP3A4. Hambatan metabolisme akan meningkatkan kadar benzodiazepin yang berpotensi meningkatkan efek samping dan toksisitas benzodiazepin. Interaksi antara benzodiazepin dengan clozapin akan meningkatkan efek gangguan pernafasan. Dari kedua interaksi tersebut, apoteker perlu memberi tahu kepada pasien bahwa benzodiazepin dapat berinteraksi bersama obat  lain sehingga perlu diwaspadai efek yang dapat timbul dan bahaya yang dapat terjadi. Pasien yang biasa mengkonsumsi alkohol perlu mendapat edukasi terkait interaksi antara alkohol dengan benzodiazepin dapat meningkatkan efek samping benzodiazepin yaitu gangguan pernafasan sehingga pasien harus menghentikan konsumsi alkohol.

Penghentian benzodiazepin memerlukan penurunan dosis secara bertahap untuk menghindari gejala putus obat. Efek yang dapat timbul ketika benzodiazepin dihentikan tiba-tiba yaitu kekambuhan dengan kondisi yang sama, meningkat, atau bertambah parah dibanding sebelum pasien mendapat terapi benzodiazepin. Strategi penurunan dosis yang digunakan yaitu penurunan dosis 25% setiap minggu hingga tercapai penurunan dosis sebesar 50%. Setelah tercapai penurunan dosis 50%, dosis diturunkan kembali setiap 4-7 hari dengan obat dikonsumsi malam hari. Selama penurunan dosis, carbamazepin atau pregabalin mungkin diresepkan dokter untuk mengurangi gejala putus obat. Penurunan dosis tersebut membutuhkan pemberian informasi agar pasien dapat patuh dengan dosis yang sudah dijadwalkan dan tidak kembali pada dosis normal. Apoteker dapat membuat jadwal penurunan dosis sesuai instruksi dokter untuk memudahkan pasien dalam mencapai penurunan dosis hingga penghentian obat.

Benzodiazepin termasuk obat kategori D pada ibu hamil dan tidak boleh diberikan pada ibu menyusui. Pasien wanita usia produktif yang mendapat benzodiazepin sebaiknya mendapat edukasi  untuk menunda kehamilan selama mengkonsumsi obat. Efek yang dapat ditimbulkan pada bayi yaitu gejala putus obat dan gangguan pernafasan. Ibu menyusui yang mengkonsumsi benzodiazepin juga tidak boleh memberikan asi kepada bayi karena benzodiazepin terdistribusi ke dalam asi yang menyebabkan kantuk dan depresi pernafasan bagi bayi.

 

Referensi :

Dipiro, Joseph. 2015. Pharmacotherapy Handbook Nith Edition. Mc Graw Hill : New York

M Taylor, et al. 2021. The Maudsley Prescribing Guidelines in Psychiatry 14 th Edition. Wiley Blackwell

Sumber Foto :

https://www.pexels.com/id-id/foto/wanita-perempuan-kaum-wanita-rak-8657366/