Antidepresan merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi gejala depresi, obsessive compulsive disorder (OCD), post traumatic stres disorder (PTSD), dan gangguan kecemasan. Pasien yang mendapat antidepresan perlu mendapat konseling terkait efek terapi yang timbul, kapan efek tersebut terjadi, durasi terapi, cara pengunaan obat, potensi interaksi obat, efek samping, dan gaya hidup yang diperlukan untuk meminimalkan efek samping yang terjadi. Efek terapi antidepresan baru terlihat setelah pemakaian selama 2-4 minggu. Informasi tersebut perlu disampaikan oleh apoteker karena dapat mempengaruhi kepatuhan pasien terhadap pengobatan.
Efek samping potensial antidepresan perlu disampaikan kepada pasien terutama bila ada tindakan pencegahan atau hal yang perlu diwaspadai ketika efek tersebut timbul. Paroxetine menyebabkan peningkatan berat badan dan gangguan fungsi seksual, sertraline dapat menyebabkan diare, antidepresan trisiklik seperti obat amitriptilin menimbulkan efek samping pada jantung seperti hipotensi, takikardia, dan perubahan pada elektrokardiograf (perpanjangan interval QT). Efek hiponatremia (penurunan kadar natrium dalam darah) juga perlu disampaikan kepada pasien yaitu gejala lelah, pusing, kram otot, dan mual yang dapat terjadi pada pengobatan 2-4 minggu. Hiponatremia rentan dialami pasien usia lanjut, wanita, kadar natrium rendah, komorbid penurunan fungsi ginjal, diabetes mellitus, hipertensi, dan hipotiroid serta pemberian obat bersama diuretik, antipsikotik, obat nyeri antiinflamasi, carbamazepin, dan kemoterapi. Peningkatan kadar prolaktin juga perlu disampaikan pada pasien dengan gejala gangguan fungsi seksual, siklus menstruasi tidak teratur, peningkatan ukuran payudara, dan keluarnya air susu pada kondisi bukan setelah melahirkan.
Antidepresan dapat menimbulkan kantuk dan gangguan tidur insomnia sehingga pasien perlu mendapat informasi cara penggunaan obat. Antidepresan golongan selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) menyebabkan insomnia sehingga obat ini diminum pada pagi hari. Antidepresan trisiklik menyebabkan kantuk, penglihatan kabur, dan mulut kering. Untuk meminimalkan efek samping kantuk, obat dapat diminum pada malam hari. Pasien yang bekerja dengan mengoperasikan mesin atau kendaraan perlu mendapat informasi bahwa antidepresan mempengaruhi konsentrasi dan pikiran ketika melakukan pekerjaan tersebut. Sebelum diketahui pengaruh obat terhadap pasien, pasien dilarang mengoperasikan mesin atau kendaraan.
Antidepresan dapat berinteraksi dengan obat lain termasuk obat herbal sehingga pasien yang mengkonsumsi obat kimia maupun herbal perlu memberitahukan obat tersebut kepada dokter atau apoteker. Pada kondisi tersebut, apoteker memiliki peran mengidentifikasi potensi interaksi obat yang dapat terjadi dan melakukan tindak lanjut terhadap interaksi obat yang merugikan dan berbahaya bagi pasien. Obat-obatan SSRI merupakan penghambat enzim pemetabolisme obat di hepar. Beberapa contoh interaksi obat-obatan golongan ini yaitu fluvoxamine dapat meningkatkan kadar teofilin, fluoxetin meningkatkan kadar clozapine yang berdampak peningkatan resiko kejang, dan paroxetine mengurangi efek terapi tamoxifen. Antidepresan dapat berinteraksi secara farmakodinamik yaitu antidepresan trisiklik yang diberikan bersama dengan diuretik meningkatkan efek samping gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Interaksi tersebut juga menjadi permasalahan ketika pasien tidak respon terhadap terapi antidepresan dan membutuhkan penggantian terapi dengan antidepresan lain.
Antidepresan menyebabkan keinginan bunuh diri, baik gagasan maupun upaya terutama pada usia remaja dan dewasa muda. Pasien dan keluarga perlu mendapat informasi tersebut yang dapat terjadi pada minggu pertama pengobatan. Keinginan bunuh diri perlu dicermati oleh keluarga dan pihak yang merawat pasien. Upaya yang dapat dilakukan dengan menjauhkan pasien dari benda tajam, senjata, racun, dan bahan kimia berbahaya lain. Jika pasien merasa ingin bunuh diri dan mulai melukai diri, maka pasien perlu segera dibawa ke rumah sakit untuk mendapat perawatan.
Durasi terapi antidepresan selama 6-9 bulan setelah gejala pertama depresi teratasi. Pada pasien dengan gejala depresi berulang, terapi antidepresan diberikan minimal dua tahun. Pasien diinformasikan untuk terus menggunakan obatnya dan tidak menghentikan pengobatan tanpa instruksi dokter. Penghentian antidepresan tanpa instruksi dokter dapat membahayakan pasien yaitu dapat terjadi keinginan bunuh diri dan kekambuhan depresi. Selain itu, penghentian antidepresan menyebabkan efek pusing, mual, diare, dan insomnia. Ibu hamil dengan riwayat depresi juga tetap dapat mengkonsumsi obat saat hamil. Penghentian antidepresan selama hamil meningkatkan resiko kekambuhan lima kali lebih besar daripada ibu hamil yang tetap melanjutkan terapi. Meskipun terdapat resiko bayi lahir dengan berat badan rendah dan gangguan pernafasan pada ibu hamil yang mengkonsumsi obat, tetapi manfaat yang ditimbulkan dari antidepresan lebih besar daripada resiko yang dapat terjadi.
Referensi :
Dipiro, Joseph. 2015. Pharmacotherapy Handbook Nith Edition. Mc Graw Hill : New York
M Taylor, et al. 2021. The Maudsley Prescribing Guidelines in Psychiatry 14 th Edition. Wiley Blackwell
Sumber Foto :
https://www.pexels.com/id-id/foto/tangan-memegang-medis-pengobatan-4047011/