Kamis, 21 November 2024 15:57 WIB

Status Gizi dan Status Imunisasi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada Balita

Responsive image
179
Promosi Kesehatan, Tim Kerja Hukum dan Humas - RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

Angka kematian pada balita akibat Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) masih menjadi penyebab utama kematian pada kelompok usia ini. Beberapa faktor yang mempengaruhi tingginya kejadian ISPA antara lain adalah status gizi dan status imunisasi. Balita dengan gizi kurang lebih rentan terhadap ISPA dibandingkan balita yang memiliki status gizi baik, serta balita yang tidak menerima imunisasi lengkap memiliki risiko lebih tinggi terkena ISPA. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara status gizi, status imunisasi, dan kejadian ISPA pada balita. ISPA merupakan masalah kesehatan yang serius, terutama bagi anak-anak di bawah lima tahun, karena dapat berisiko menyebabkan kematian. ISPA umumnya menyerang anak-anak, bayi, dan balita. Penelitian ini mengeksplorasi hubungan antara beberapa faktor yang berkontribusi pada terjadinya ISPA pada balita, seperti suhu, kelembaban, paparan asap rokok, dan penggunaan obat nyamuk. Selama beberapa dekade terakhir, fokus penelitian kesehatan semakin beralih pada faktor lingkungan dan perilaku yang memengaruhi kejadian ISPA pada anak balita. Salah satu hal yang mendapat perhatian besar adalah kualitas udara di dalam ruangan serta faktor-faktor yang memengaruhinya. Beberapa elemen yang dapat berperan dalam peningkatan kejadian ISPA pada anak balita antara lain suhu, kelembaban, dan ventilasi di rumah. Di samping itu, penggunaan obat nyamuk bakar dan kebiasaan merokok oleh anggota keluarga juga turut mempengaruhi kejadian ISPA pada anak balita. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi serta menganalisis hubungan antara suhu, kelembaban, ventilasi, penggunaan obat nyamuk bakar, dan kebiasaan merokok dengan kejadian ISPA pada anak balita.

Beberapa faktor yang mempengaruhi tingginya kejadian ISPA pada Balita

1.    Pendidikan

Pendidikan ibu memiliki hubungan yang kuat dengan kesehatan keluarga, karena ibu biasanya berperan penting dalam menjaga kesehatan bayi dan balita. Pendidikan tidak hanya berfokus pada upaya mencari pekerjaan, terutama dalam situasi tertentu. Hal ini memang benar, karena tujuan pendidikan bukan hanya untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik, tetapi juga untuk meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan. Pendidikan yang kurang memadai dan kurangnya upaya pencegahan dapat berkontribusi pada terjadinya ISPA. Hal ini sering kali disebabkan oleh kurangnya pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang penyakit ISPA. Akibat ketidaktahuan tersebut, masyarakat cenderung mengabaikan berbagai risiko yang ada di sekitar mereka, baik yang langsung maupun tidak langsung. Bahkan, seringkali masyarakat sendiri yang menjadi penyebab timbulnya berbagai risiko yang dapat menyebabkan ISPA, seperti kebiasaan merokok, membakar sampah, dan tindakan lainnya.

2.    Pekerjaan

Status pekerjaan ibu (bekerja atau tidak bekerja) dapat memengaruhi kesehatan anak, karena ibu yang bekerja biasanya memiliki waktu lebih sedikit untuk merawat anak. Hal ini dapat berdampak negatif pada kesehatan anak. Namun, yang lebih penting bukanlah jenis pekerjaan ibu, melainkan seberapa banyak waktu yang tersedia bagi ibu untuk mengurus anak. Meskipun pekerjaan dapat mengurangi interaksi orang tua dengan anak dalam beberapa waktu tertentu, kebutuhan anak tetap bisa terpenuhi selama anak mendapatkan pengasuhan dan perawatan kesehatan yang tepat.

3.    Pengetahuan

Pengetahuan dapat membentuk keyakinan tertentu yang mempengaruhi perilaku seseorang sesuai dengan keyakinan tersebut. Pengetahuan yang dimiliki oleh orang tua, khususnya ibu, sangat berpengaruh dalam proses pengambilan keputusan ketika ada anggota keluarga yang sakit. Kualitas kesehatan keluarga, termasuk balita, seringkali terpengaruh oleh rendahnya pengetahuan ibu tentang kesehatan. Kurangnya pengetahuan yang berkaitan dengan pencegahan ISPA disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, yang sebagian besar bekerja sebagai petani dan menghabiskan waktu di kebun. Kondisi ini membuat mereka tidak memiliki banyak kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan. Akibatnya, berbagai risiko terkait ISPA yang dapat membahayakan kesehatan mereka tidak mendapat perhatian serius dan cenderung diabaikan oleh masyarakat.

4.    Sikap

Mengingat sesuatu adalah bentuk representasi dari pengetahuan, di mana salah satunya adalah mengingat kembali berbagai peristiwa yang telah dialami, yang bisa terjadi baik secara sengaja maupun tidak sengaja, setelah individu berinteraksi atau mengamati suatu objek tertentu. Sikap negatif dan kurangnya perhatian terhadap pencegahan ISPA dapat disebabkan oleh ketidakpedulian masyarakat terhadap kondisi kesehatan mereka. Hal ini lebih sering terjadi di kalangan masyarakat pedesaan dengan tingkat pengetahuan dan ekonomi yang rendah, terutama yang bekerja sebagai petani. Mereka cenderung mengabaikan berbagai protokol kesehatan terkait pencegahan ISPA karena menganggap bahwa risiko penyakit tersebut sudah menjadi hal yang biasa. Mereka juga tidak memandang aktivitas seperti merokok, membakar sampah, dan kebiasaan lainnya sebagai hal yang berbahaya, karena sudah membudaya dalam kehidupan sehari-hari mereka.

5.    Peran Orangtua

Peran orang tua dalam keluarga sangat penting bagi perkembangan anak, karena keluarga adalah lingkungan pertama yang sering dihadapi anak. Dalam upaya pencegahan penyakit ISPA pada balita, peran keluarga, terutama ibu, sangat dibutuhkan. Pencegahan ISPA tidak lepas dari peran orang tua yang harus memahami cara-cara yang tepat untuk mencegah terjadinya penyakit ini.

6.    Status Imunisasi

Balita yang status imunisasinya tidak lengkap lebih rentan terhadap penyakit ISPA. Imunisasi dapat melindungi dari berbagai infeksi, termasuk ISPA, dan khususnya imunisasi DPT yang mampu mencegah infeksi saluran pernapasan, batuk rejan, serta tetanus. Mengingat tingginya angka kematian bayi dan balita akibat ISPA, diharapkan pemberian imunisasi yang lengkap dapat mencegah perkembangan penyakit tersebut menjadi lebih parah.

7.    Merokok

Kebiasaan merokok di dalam rumah telah menjadi hal yang umum di kalangan masyarakat, disertai dengan kurangnya kesadaran akan risiko penyakit ISPA yang dapat membahayakan anggota keluarga lainnya. Akibatnya, kebiasaan ini menjadi sesuatu yang dianggap biasa oleh anggota keluarga lain, sehingga terus berlanjut tanpa henti.

 

Referensi :

Prihanti GS, Lista D., Habibi R, Arsinta I, Hanggara S, Galih R, et al. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Perilaku Hidup Bersih dan Sehat pada Tatanan Rumah Tangga di Wilayah Kerja Puskesmas Poned X. J Ilmu Kesehat.

Juniartha S.K., Hadi H.M.C., Notes N. 2014. Hubungan antara Luas dan Posisi Ventilasi Rumah dengan Kejadian ISPA Penghuni Rumah di Wilayah Puskesmas Bangli Utara Tahun 2012. Jurnal Kesehatan Lingkungan.

Marhamah., Arsin, A., & Wahiduddin. 2012. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada Anak Balita di Desa Bontongan Kabupaten Enrekang. Makasar.