Tantrum dapat didefinisikan sebagai ledakan emosi yang intens dan tidak terkendali. Pada dasarnya, tantrum adalah ekspresi dari rasa frustrasi atau kemarahan yang tidak dapat diungkapkan dengan cara yang lebih konstruktif. Fenomena ini paling sering diamati pada anak-anak, terutama balita, namun bisa juga terjadi pada orang dewasa dalam situasi tertentu. Bentuk luapan emosi anak yang ditunjukkan dengan meledak-ledak, mulai dari merengek, menangis, berteriak, atau bahkan menendang. Biasanya, hal ini bukan masalah yang serius karena akan berangsur angsur hilang seiring dengan bertambahnya usia anak, namun pada kondisi tertentu, tantrum perlu diperiksakan ke dokter. Pada umumnya, tantrum mulai muncul pada usia 1 tahun dan bertambah parah saat usia 2-3 tahun. Namun, frekuensi kemunculan tantrum umumnya akan berkurang begitu anak memasuki usia 4 tahun. Penting untuk dipahami bahwa tantrum bukanlah tanda kenakalan atau perilaku buruk, melainkan indikasi bahwa anak sedang berjuang untuk mengatasi perasaan yang kuat yang belum mampu mereka kelola dengan baik. Bagi orang tua dan pengasuh, memahami arti tantrum adalah langkah pertama dalam membantu anak mengembangkan keterampilan regulasi emosi yang sehat. Pada orang dewasa, tantrum mungkin tampak berbeda dan sering kali dianggap sebagai tanda ketidakmatangan emosional atau masalah kesehatan mental yang lebih serius. Namun, prinsip dasarnya tetap sama, tantrum pada orang dewasa juga merupakan manifestasi dari ketidakmampuan mengelola emosi secara efektif dalam situasi yang menekan.
Apa saja penyebab tantrum?
Memahami penyebab tantrum sangat penting untuk dapat menanganinya dengan efektif. Tantrum tidak terjadi begitu saja, melainkan dipicu oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi. Berikut adalah beberapa penyebab utama tantrum yang perlu diketahui :
1. Ketidakmampuan Mengekspresikan Diri
Terutama pada anak-anak, keterbatasan kosakata dan kemampuan berbahasa dapat menyebabkan frustrasi ketika mereka tidak dapat mengomunikasikan kebutuhan atau keinginan mereka dengan jelas. Hal ini sering kali berujung pada tantrum sebagai cara untuk mengekspresikan diri.
2. Kelelahan dan Kelaparan
Kondisi fisik seperti kelelahan dan kelaparan dapat menurunkan ambang batas toleransi seseorang terhadap stres. Anak-anak yang lelah atau lapar cenderung lebih mudah terpicu untuk mengalami tantrum. Bahkan orang dewasa pun dapat menjadi lebih mudah marah atau frustrasi dalam kondisi ini.
3. Perubahan Rutinitas atau Lingkungan
Perubahan mendadak dalam rutinitas atau lingkungan dapat membuat anak merasa tidak aman atau bingung, yang dapat memicu tantrum. Hal ini juga berlaku pada beberapa orang dewasa yang sangat bergantung pada rutinitas.
4. Keinginan untuk Mandiri
Seiring pertumbuhan, anak-anak mulai mengembangkan keinginan untuk mandiri. Namun, ketika mereka merasa terbatas atau dihalangi, hal ini dapat memicu frustrasi yang berujung pada tantrum.
5. Mencari Perhatian
Terkadang, tantrum dapat menjadi cara untuk mendapatkan perhatian, terutama jika anak merasa diabaikan atau kurang mendapat perhatian positif.
6. Overstimulasi
Lingkungan yang terlalu ramai, berisik, atau penuh rangsangan dapat membuat anak merasa kewalahan, yang dapat memicu tantrum sebagai respons terhadap overstimulasi.
7. Frustrasi terhadap Keterbatasan Kemampuan
Anak-anak sering mengalami frustrasi ketika mereka tidak dapat melakukan sesuatu yang mereka inginkan karena keterbatasan kemampuan fisik atau kognitif mereka.
8. Masalah Kesehatan atau Perkembangan
Beberapa kondisi kesehatan atau perkembangan, seperti gangguan sensori atau kesulitan belajar, dapat membuat anak lebih rentan terhadap tantrum.
9. Pola Asuh yang Tidak Konsisten
Ketidakkonsistenan dalam penegakan aturan atau batasan dapat membingungkan anak dan memicu tantrum ketika mereka tidak mendapatkan apa yang mereka harapkan.
10. Stres Emosional
Baik pada anak maupun orang dewasa, stres emosional yang tidak terkelola dengan baik dapat memicu tantrum sebagai cara untuk melepaskan tekanan.
11. Gangguan Kesehatan :
Ada beberapa gangguan kesehatan yang dapat membuat anak sering mengalami tantrum, yaitu :
a. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD).
b. Gangguan kecemasan, misalnya separation anxiety disorder.
c. Depresi
d. Kesulitan belajar, yang mengakibatkan anak belum lancar berbicara, membaca, menulis, atau memahami informasi.
e. Autisme
f. Gangguan perilaku, seperti oppositional defiant disorder.
Gejala-gejala Tantrum
Durasi tantrum pada anak biasanya berlangsung sekitar 2-15 menit. Ketika tantrum terjadi, anak mungkin akan menunjukkan tanda-tanda berikut :
a. Merengek, menangis, atau berteriak.
b. Meronta-ronta
c. Berguling-guling di lantai.
d. Menendang atau memukul.
e. Melempar mainan atau benda lain.
f. Menahan napas
g. Mendorong
h. Membuat tubuhnya tegang atau justru lemas.
Bagaimana Penanganan Tantrum?
Penanganan Mandiri
Pengobatan / Terapi
Referensi :
Ribkha Itha Widayanti, dkk. 2020. Cegah Tantrum pada Anak Melalui Pendampingan Ibu Balita. Jurnal Kebidanan Poltekes Kemenkes Semarang.
Wenny A Lestari, dkk. 2021. Pengelolaan Perilaku Tantrum oleh Ibu Terhadap Anak Usia 1-4 Tahun. Jurnal Psikologi Universitas Negeri Semarang.
National Health Service UK. 2021. Health A to Z. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD).
Mayo Clinic. 2019. Attention-Deficit / Hyperactivity Disorder (ADHD) in Children.
Johns Hopkins Medicine. 2024. When to Worry about Toddler Temper Tantrums.
Verywell Family. 2023. How Autistic Meltdowns Differ from Ordinary Temper Tantrums.