Setiap tahunnya, bulan Agustus diperingati sebagai Gastroparesis Awareness Month, atau Bulan Kesadaran Gastroparesis. Kegiatan ini diselenggarakan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai gastroparesis, sebuah kondisi kesehatan yang belum banyak diketahui. Sehingga, makin banyak orang yang sadar untuk memeriksakan diri dan menanganinya dengan tepat. Gastroparesis merupakan kondisi yang memengaruhi pergerakan spontan dari otot yang terdapat pada lambung. Pada orang yang sehat, kontraksi otot yang kuat dapat menunjang aliran makanan melalui saluran cerna. Namun, pada orang dengan gastroparesis, kecepatan pergerakan lambung dapat mengalami penurunan atau tidak terjadi sama sekali, yang kemudian menghambat pengosongan lambung. Beberapa tanda dan gejala gastroparesis adalah mual, muntah, merasa kenyang meski makan sedikit, memuntahkan makanan yang belum dicerna beberapa jam setelah mengonsumsinya, refluks asam lambung, rasa kembung, nyeri perut, penurunan nafsu makan, serta penurunan berat badan. Penyebab gastroparesis belum diketahui secara pasti. Namun, pada banyak kasus, gastroparesis dipercaya terjadi akibat kerusakan pada saraf yang mengendalikan otot-otot lambung (saraf vagus). Saraf vagus membantu regulasi dari berbagai proses kompleks pada saluran cerna, termasuk memberikan sinyal pada otot perut untuk berkontraksi dan mendorong makanan ke usus halus. Saraf vagus yang mengalami kerusakan tidak dapat mengirimkan sinyal ke otot lambung secara normal. Hal ini dapat menyebabkan makanan menjadi menetap di lambung lebih lama. Hal ini dapat menimbulkan berbagai komplikasi, termasuk malnutrisi.
Penyebab Gastroparesis
Penyebab gastroparesis belum diketahui secara pasti. Namun, ada beragam kondisi yang menyebabkan seseorang lebih mudah mengalami gastroparesis, yaitu :
Pada beberapa kasus, gastroparesis dapat timbul tanpa penyebab yang jelas (idiopatik).
Gejala Gastroparesis
Gejala gastroparesis muncul akibat lambatnya lambung dalam mengosongkan makanan. Keluhan yang sering muncul antara lain :
Pemeriksaan Gastroparesis
Untuk mendiagnosis gastroparesis, dokter terlebih dahulu akan menanyakan gejala dan riwayat kesehatan pasien, kemudian memeriksa kondisi fisik pasien. Jika pasien diduga menderita gastroparesis, dokter akan melakukan pemeriksaan untuk melihat kondisi lambung.
Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah :
1. Gastroskopi
Gastroskopi dilakukan dengan memasukkan selang berkamera ke mulut hingga mencapai lambung. Melalui kamera tersebut, dokter akan melihat kondisi lambung pasien.
2. USG perut
Pemeriksaan USG perut (USG abdomen) bertujuan untuk melihat kondisi organ-organ di dalam rongga perut, dengan menggunakan gelombang suara.
3. Rontgen perut
Pemeriksaan ini dilakukan dengan sinar-X. Guna mendapatkan hasil yang lebih jelas, pasien akan diminta untuk meminum cairan kontras barium terlebih dahulu.
4. Tes pengosongan lambung
Tes ini bertujuan untuk mengukur kecepatan lambung dalam mengosongkan makanan. Caranya adalah dengan memberikan pasien makanan yang sudah dibubuhi bahan radioaktif. Setelah ditelan, makanan akan dipindai menggunakan alat khusus agar dokter mengetahui berapa lama makanan tersebut berada di dalam lambung.
Pasien gastroparesis yang menderita diabetes atau berisiko terkena diabetes perlu menjalani pemeriksaan kadar gula darah. Pemeriksaan darah juga dapat dilakukan untuk mengetahui adanya kondisi lain yang bisa memicu gastroparesis.
Penanganan Gastroparesis
Pengobatan gastroparesis bertujuan untuk mengatasi penyebabnya, meredakan gejalanya, dan mencegah komplikasi. Berikut ini adalah beberapa tindakan yang dapat diberikan untuk mengobati gastroparesis :
1.Perbaikan pola makan
Pasien akan disarankan untuk mengonsumsi makanan yang mudah dicerna dan bergizi. Selain meredakan gejala, perbaikan pola makan juga dapat mencegah komplikasi akibat gastroparesis, yaitu malnutrisi dan dehidrasi. Pola makan yang dianjurkan untuk pasien gastroparesis adalah :
a. Mengonsumsi makanan rendah lemak dan serat.
b. Mengonsumsi makanan yang lunak.
c. Makan dengan porsi kecil tetapi sering, yaitu 5-6 kali dalam sehari.
d. Mengunyah makanan hingga halus.
e. Mengonsumsi minuman dengan kandungan gula dan garam yang cukup.
f. Tidak mengonsumsi minuman bersoda dan beralkohol, serta tidak merokok.
g. Tidak langsung berbaring setelah makan, setidaknya hingga 2 jam.
Pada pasien gastroparesis dengan gejala berat, dokter akan menganjurkan agar mengonsumsi makanan dalam bentuk cair. Bila perlu, dokter dapat memberikan makanan melalui infus atau selang ke lambung.
2.Obat-obatan
Dokter juga dapat memberikan sejumlah obat-obatan di bawah ini untuk meredakan gejala gastroparesis :
a. Metoclopramide atau erythromycin, untuk memicu kontraksi otot lambung dan mempercepat pengosongan lambung.
b. Obat antiemetik, seperti domperidone atau ondansetron, untuk mencegah muntah.
c. Obat pereda nyeri untuk meredakan sakit perut akibat gastroparesis.
3.Operasi
Pada pasien gastroparesis parah yang tidak dapat makan atau minum, dokter akan melakukan operasi kecil, untuk memasang selang ke usus kecil sebagai jalan masuk makanan dari luar.
Referensi :
Kalas, M., Galura, G., & McCallum, R. 2021. Medication-Induced Gastroparesis : a Case Report. Journal of Investigative Medicine High Impact Case Reports, 9, 1-3.
Usai-Satta, P., Lai, M., Oppia, F., Cabras, F., & Piga, M. 2020. Gastroparesis : New Insights Into an Old Disease. World Journal of Gastroenterology, 26(19), 2333-2348.
National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases. 2018. Gastroparesis. U.S. Department of Health and Human Services.
National Health Service UK. 2019. Gastroparesis. In Health A to Z.
Mayo Clinic. 2020. Gastroparesis.
Gilson, S. 2020. An Overview of Gastroparesis. Verywell Health.