Belakangan ini, semakin banyak film new release yang mengulas mengenai perjalanan ke luar angkasa, mulai dari film besutan Korea The Silent Sea, film pemenang nominasi Gravity, sampai yang paling fenomenal yaitu Interstellar. Sebagai makhluk penjelajah, prospek menjelajah luar angkasa terdengar sangat menarik bagi manusia, apalagi di saat makin santernya isu bumi menjadi semakin kurang ramah untuk ditinggali.
Telah banyak pula misi penjelajahan untuk mencari dunia dan kehidupan baru. Berbagai negara berlomba mengirim peneliti dan insinyur terbaiknya untuk menguak potensi luar angkasa dan menjadi yang pertama dalam The Race to Space. Namun misi-misi ini bukannya tanpa risiko. Utamanya yang jarang diulas adalah risiko kesehatan bagi para astronotnya. Bagaimana perjalanan ke luar angkasa dapat mempengaruhi sistem kardiovaskular manusia?
Gravitasi
Lingkungan luar angkasa sangat berbeda dengan bumi. Perbedaan gravitasi dapat berdampak pada distribusi cairan dan tekanan darah manusia. Normalnya, darah terdistribusi dengan merata ke seluruh tubuh. Pada kondisi gravitasi rendah, darah dan cairan lain cenderung terkumpul ke bagian atas, dan keluar dari pembuluh darah, sehingga astronot kerap mengalami wajah bengkak dan hidung tersumbat, serta kaki yang mengecil.
Di Bumi yang memiliki gaya gravitasi, tekanan darah cenderung lebih tinggi di kaki dibadingkan lengan. Pada kondisi gravitasi minimal, tekanan darah tersebar merata di seluruh bagian tubuh, sehingga mengurangi beban jantung untuk mengontrol tekanan darah.
Cairan yang merembes keluar dari pembuluh darah juga mengurangi volume darah secara keseluruhan sebesar 15-20%. Hal ini membuat kerja jantung menjadi berkurang. Di satu sisi ini merupakan hal baik, namun otot jantung yang kurang “dilatih” akan menjadi mengecil sehingga jantung mengalami atrofi otot.
Radiasi
Selain gravitasi yang berkurang, lingkungan luar angkasa pun memiliki radiasi pengion yang konsentrasinya jauh lebih tinggi daripada di bumi. Gelombang radiasi ini telah terbukti memiliki dampak negatif pada jantung, seperti saat banyak ditemukannya penyakit kardiovaskular pada korban ledakan bom nuklir Jepang tahun 1945.
Pada orang sehat pun, gelombang radiasi ditengarai dapat menyebabkan kerusakan sel yang berakibat pada pengerasan pembuluh darah (aterosklerosis). Apabila hal ini terjadi pada pembuluh darah koroner di jantung, maka didapatkan risiko serangan jantung mendadak yang berujung kematian. Selain itu, gelombang radiasi juga dapat menyebabkan gangguan konduksi, gangguan katup, dan aritmia, yang kesemuanya berbahaya bagi kesehatan kardiovaskular.
Kembali ke bumi
Sekembalinya ke bumi, para astronot pun mengalami dampak yang signifikan. Volume darah yang berkuran mengakibatkan para astronot mengalami hipotensi ortostatik, yaitu merasa pusing, mau pingsan, dan melayang saat posisi berdiri tegak. Hal ini dipengaruhi oleh lamanya misi luar angkasa. Semakin lama perjalanan, semakin hebat pula gejala yang dirasakan oleh para astronot, meskipun sudah dilakukan infus cairan untuk menambah volume darah sebelum mereka kembali ke bumi.
Sebagai kesimpulan, pekerjaan di luar angkasa memiliki risikonya sendiri terutama bagi kesehatan kardiovaskular. Saat ini masih banyak penelitian yang dilakukan untuk meminimalisir risiko ini bagi para pahlawan luar angkasa. Bagaimana, apakah anda masih tertarik untuk pergi ke luar angkasa?
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sumber:
Vernice NA, et al. Long-term spaceflight and the cardiovascular system. Precision Clinical Medicine. 2020; 3(4): 284-91. URL: https://academic.oup.com/pcm/article/3/4/284/5858004
Sumber gambar: Canva.com